Seandainya Ki Hajar Dewantara masih hidup, pastilah beliau sekarang (mungkin) akan tersenyum melihat bahwa sedikit demi sedikit guru di Indonesia mulai menyadari peran sesungguhnya seorang guru dalam kelas. Karena akhirnya guru di Indonesia menyadari bahwa guru bukan hanya menyampaikan materi saja di dalam kelas, tetapi juga sebagai teman siswa, sebagai motivator siswa, sebagai pendamping siswa, sebagai penuntun siswa dan sebagai penghamba siswa. Selain itu ada begitu banyak peran guru di dalam kelas, juga di dalam sekolah, karena selain sebagai pengajar dan pendidik, guru juga harus mampu merancang pembelajaran yang memperhatikan semua kebutuhan belajar siswa, guru juga harus bisa menciptakan pembelajaran yang memperhatikan dan mengedepankan masalah sosial dan emosional siswa, yang nantinya akan sangat berdampak besar bagi pembentukan karakter siswa. Ah, mungkin Ki Hajar Dewantara patut berbangga hati, karena dengan pemikiran beliau lah, guru Indonesia perlahan bangkit dan berusaha untuk menjadi lebih baik lagi, yang tak lain dan tak bukan untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.
     Guru dan pengambil keputusan bukanlah hal yang asing, dan nyaris tak terpisahkan. Karena guru sendiri berperan sebagai pengambil keputusan berbagai hal dan berbagai masalah yang dihadapinya di kelas dan di sekolah. Dengan demikian, salah satu keterampilan yang harus dikuasai guru adalah pengambil keputusan, karena mengambil keputusan bukanlah hal yang sederhana. Mengambil keputusan haruslah dengan banyak pemikiran, pertimbangan dan banyak 'sharing' dengan berbagai pihak. Keputusan yang sudah diambil pun selayaknya dipertimbangkan beberapa hal, di antaranya adalah dengan mempertimbangkan : empat paradigma dilema etika, tiga prinsip berpikir dalam pengambilan keputusan dan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, dan yang paling penting dalam setiap mengambil keputusan harus selalu memperhatikan 3 aspek, yaitu keputusan tersebut harus berpihak pada murid, harus sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai kebajikan dan harus diambil dengan penuh tanggung jawab.
Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
Â
Salah satu filosofi Ki Hajar Dewantara adalah ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi contoh), ing madya mangun karsa (di tengah-tengah menjadi penyemangat) dan tut wuri handayani (di belakang memberikan dukungan), yang menjadi dasar dan landasan seorang guru memposisikan dirinya di kelas dan di sekolah. Kadang seorang guru menjadi seorang yang menjadi contoh murid-muridnya dengan berperilaku dan bersikap baik, kadang guru menjadi tempat curhat murid-muridnya dan dipercaya murid-muridnya dan terkadang pula, guru menjadi pendukung apa yang dilakukan muridnya. Demikian juga ketika seorang guru dalam pengambilan keputusan. Guru harus bisa menempatkan dirinya sebelum mengambil keputusan atas sebuah masalah yang ada di kelasnya. Guru harus bisa menjadi contoh, harus bisa menjadi penyemangat dan juga pendukung ketika mengambil sebuah keputusan. Sehingga terkadang sang guru mengambil keputusan yang tegas untuk memberi contoh kepada muridnya, bahwa ada kalanya sebagai seorang manusia, guru dan murid harus mengambil keputusan dengan tegas dan cepat. Di lain waktu, sang guru bisa menyemangati muridnya dan mendukung muridnya dengan keputusan yang diambilnya, sehingga membuat murid sang guru pun merasa diperhatikan dan disayang.
    Â
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Â
Nilai-nilai yang tertanam di dalam diri kita, yang sudah menjadi karakter dan akhlak kita, sangat berpengaruh dalam pola pengambilan keputusan yang kita lakukan. Nilai kebajikan yang ada di dalam diri kita (yang apabila tidak kita gunakan maka akan membuat kita merasa tidak nyaman dan bersalah), akan mendasari setiap keputusan yang kita ambil. Secara perlahan kita akan menggunakan nilai-nilai kebajikan tersebut dalam keputusan yang kita ambil dan untuk seterusnya tidak akan meninggalkan nilai-nilai kebajikan yang sudah tertanam lama di dalam hati dan jiwa kita ketika kita harus mengambil keputusan.
Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada sebelumnya.
Â