Meski saya lahir dan saat ini bermukim di kabupaten Pati, namun saya justru tidak pernah mengunjungi Masjid Menara Kudus yang berada di kabupaten tetangga Pati ini. Dengan alasan dekat dan bisa dikunjungi kapan saja,mengunjungi masjid ini justru selalu tertunda. Akhirnya saya justru mendapat kesempatan mengunjungi Masjid Menara Kudus ketika teman saya dari Bengkulu datang berkunjung dan meminta untuk ditemani mengunjungi masjid nusantara ini.
Masjid ini merupakan salah satu masjid nusantara terkenal di Indonesia yang terletak di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Masjid ini juga dikenal dengan sebutan Menara Kudus karena menara masjidnya yang tinggi dan indah. Masjid Menara Kudus juga terkenal karena kaitannya dengan sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia.
Pada awalnya, kawasan Kudus merupakan pusat perdagangan yang ramai di pantai utara Jawa. Pada abad ke-15, seorang wali Sufi bernama Ja'far Shadiq, yang setelahnya dikenal sebagai Sunan Kudus, datang ke daerah tersebut untuk menyebarkan agama Islam. Sunan Kudus lalu membangun sebuah pondok pesantren dan kemudian sebuah masjid yang disebut dengan Masjid Al-Quds atau Masjid Agung Kudus.
Pada abad ke-16, seorang putri dari Kesultanan Demak yang bernama Ratu Kalinyamat memerintahkan pembangunan masjid yang lebih besar dari Masjid Agung Kudus yang ada saat itu. Masjid baru ini diberi nama Masjid Menara Kudus karena menara masjidnya yang tinggi dan indah. Masjid Menara Kudus ini kemudian menjadi pusat kegiatan agama dan sosial masyarakat Kudus serta menjadi salah satu landmark penting dalam sejarah Islam di Indonesia.
Simbol Toleransi Antar Umat Beragama
Masjid Menara Kudus terkenal sebagai simbol toleransi dan persatuan antar umat beragama di Indonesia, terutama karena kisah nyata tentang tokoh-tokoh dari berbagai agama yang bersatu membantu membangun masjid ini.
Menurut cerita yang beredar, pada saat pembangunan Masjid Menara Kudus, Ratu Kalinyamat memerintahkan untuk membangun masjid dengan bahan-bahan yang sulit didapatkan pada waktu itu, seperti pasir, batu bata, dan air. Namun, orang-orang yang membantu pembangunan masjid tersebut berasal dari berbagai agama, termasuk orang Hindu, Buddha, Konghucu, dan Kristen.
Ketika pasokan bahan bangunan semakin sulit didapatkan, seorang pemuda Hindu bernama Juru Mertani datang membantu dengan membawa pasir dari daerah yang jauh. Seorang pendeta Buddha bernama Gondo Ireng memberikan bantuan berupa kayu bakar untuk dibakar menjadi arang, yang digunakan untuk membuat batu bata. Seorang tokoh Konghucu bernama Ki Ageng Suryomentaram juga memberikan bantuan dengan menyumbangkan tanah yang diperlukan untuk membuat tembok masjid.
Selain itu, tokoh Kristen setempat juga membantu dengan menyediakan air untuk keperluan pembangunan masjid. Mereka semua bekerja sama dengan tekun dan saling membantu untuk menyelesaikan pembangunan Masjid Menara Kudus.
Kisah nyata ini diabadikan dalam relief yang terdapat di dinding masjid sebagai simbol toleransi, persatuan, dan kerjasama antarumat beragama. Dengan cerita ini, Masjid Menara Kudus menjadi simbol penting bagi Indonesia sebagai negara yang heterogen dan multikultural, yang mampu hidup dalam kerukunan dan kebersamaan di antara berbagai agama dan suku bangsa.