Bekol go gold
Gilimanuk, pelabuhan di sisi Barat Pulau Bali. Rombongan dua Elf menanti saat penyeberangan Selat Bali menuju Pulau Jawa, setelah kunjungan singkat kami di sepotong bagian Taman Nasional Bali Barat; Pulau Menjangan. Tanpa birokrasi yang beribet seperti kedatangan kami di tiga perempat hari waktu sebelumnya. Mulus tanpa pungli, padahal sudah prepare kata-kata diplomatis kalau-kalau ketemu dengan para penggiat pungutan liar sepanjang portal pelabuhan. Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk pada malam hari memang sarat 'pemalakan', begitu juga arah sebaliknya. Tetapi di waktu siang cukup tertib dengan pemeriksaan KTP yang konsisten diadakan sejak peristiwa Bom Bali 2002.
Di atas kapal ferry, aku dan teman-teman memanfaatkan waktu untuk meng-qhosor sujud Dzuhur dan Ashar. Beberapa yang sudah tidak kuasa menahan lapar, merelakan uangnya untuk membayar mahal harga satu cup popmie. Selepas ferry merapat daratan Timur Pulau Jawa, menuntaskan administrasi dan birokrasi, kami bergegas melucur menuju Taman Nasional Baluran. Dua elf berbagi tugas, rombongan 1 berdinas membeli nasi bungkus untuk keperluan makan seluruh anggota team. Karena keasyikan mengejar target destinasi, kelemahan kami jadi sedikit mengabaikan waktu makan. Saya sok-sokan anak bawang memandu temen-temen rombongan elf 2 yang berangkat terlebih dahulu menuju TN Baluran karena terjobdesk membeli tiket. Waktu sudah jauh melewati pukul 14.00 WIB. Tapi setidaknya, kami hemat satu jam, karena melewati zona perbedaan waktu antara WIB dan WITA.
Tiket sudah di tangan, makan siang mengemper di area ticketing TN Baluran yang sarat keakraban pun selesai ditunaikan. Seru. Ceria. Semua menikmati kebersamaan. Rombongan kami pun segera melintas akses utama yang membelah TN Baluran, jalur yang menghubungkan Batangan-Bekol sejauh 12 km dengan waktu tempuh hampir setengah jam karena medan yang dilalui tanpa perkerasan. Vegetasi terasa jauh lebih rapat dibanding kunjunganku Bulan November lalu, saat musim kemarau mencapai puncaknya; episode kering meranggasnya akasiayang eksotis. Gunung Baluran menjulang gagah tertimpa matahari sore. Memasuki savana Bekol, padang rumput membentang sejauh mata memandang, kembali menyuguhkan pemandangan yang berbeda dengan savana kering musim kemarau, tentu saja masing-masing memiliki pesona tersendiri.
Semua orang seperti terdorong mencumbu dan berguling di hamparan ilalang, The Java with taste of Africa. Eksistensi kerangka kerbau liar yang lebih mirip fosil juga cukup menarik untuk menjadi bagian dari komposisi bernarsis ria. Beberapa wisma berdiri di area Bekol siap menampung pengunjung dengan sistem booking jauh hari sebelum kunjungan. Sementara kami sengaja mengadakan Trip TN Baluran tanpa mengagendakan kegiatan menginap. Jika ada waktu berlebih, tentu saja menyenangkan sekedar menaiki gardu pandang di area Bekol, menggoda burung-burung merak di area wisma, atau barangkali bertemu banteng; satwa sang maestro TN Baluran. Waktu kembali tidak terlalu bersahabat untuk kami berlama-lama. Pesisir Timur yang masih menjadi bagian kawasan konservasi ini mengundang penasaran teman-teman untuk mencumbu riak tenang ombaknya. Beruntung kami sempat menyaksikan sekumpulan rusa liar melintas di perjalanan 3km menuju Pantai Bama.