Mohon tunggu...
Endah Mutia Rahma
Endah Mutia Rahma Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Halo. Saya Endah Mutia, newbie dalam dunia kepenulisan. Terima kasih sudah membaca tulisan saya 😊

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cerita "Momoye" Korban Sistem Perbudakan Seksual Masa Pendudukan Jepang

3 Juni 2024   19:00 Diperbarui: 3 Juni 2024   19:04 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Penulis

Buku "Momoye mereka memanggilku" tulisan dari Eka Hindra dan Koichi Kimura ialah cerita nyata seorang korban sistem perbudakan seksual yang dibuat secara sistematis di masa Pendudukan Jepang bernama Mardiyem. Sistem perbudakan seksual masa Jepang dikenal dengan istilah Jugun Ianfu. Diketahui Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942-1945.

Kisah Mardiyem Menjadi Korban Sistem Perbudakan Seksual

Mardiyem merupakan gadis kampung asal Yogyakarta. Ayahnya meninggal saat usianya masih 10 tahun, sedangkan ibunya telah meninggal saat melahirkannya. Sepeninggal ayahnya Mardiyem pernah tinggal bersama sanak saudara tidak lama ia memilih untuk tinggal bersama tetangganya menjadi pembantu rumah tangga selama 3 tahun.

Mardiyem memiliki ketertarikan pada bidang seni. Ia senang bila bernyanyi dan kerap mengikuti kelompok orkes keroncong untuk mengisi acara dari panggung ke panggung. Karena itu, Mardiyem bercita-cita ingin menjadi penyanyi terkenal. Namun, cita-citanya inilah yang mengantarkannya ke penderitaan yang akan terus membekas.

Mardiyem bertemu dengan Zeus Lentji, salah satu pemain orkes yang sedang mengadakan pertunjukan di Yogyakarta. Mengetahui ketertarikan Mardiyem, Zeus Lentji menawarinya kesempatan untuk menjadi penyanyi di Borneo. Keraguan mardiyem muncul ketika mendengar kata Borneo, wilayah yang tidak ia ketahui sebelumnya dan memerlukan perjalanan panjang untuk sampai di tempat tersebut.

Mardiyem memutuskan menyetujui untuk ikut pergi ke Borneo demi mewujudkan impiannya menjadi penyanyi terkenal. Kejanggalan mulai terlihat saat sebelum hari keberangkatan ke Borneo. Mardiyem diminta untuk melakukan tes kesehatan fisik, diperiksa seluruh tubuh hingga pada alat kelaminnya. Alasannya karena akan melakukan perjalanan jauh, jawaban Zeus Lentji ketika ditanya Mardiyem.

Pada tes kesehatan fisik ini, Mardiyem hampir tidak lolos. Umur Mardiyem yang masih 13 tahun tidak memenuhi syarat. Namun, petugas yang mendampingi tes kesehatan fisik Mardiyem membolehkan. Mardiyem jadi pergi ke Borneo.

Sumber: Dokumentasi Penulis
Sumber: Dokumentasi Penulis
Mardiyem berangkat bersama rombongan dari Yogyakarta menuju Borneo. Pertama harus menaiki kereta api menuju Surabaya selama 2 hari. Di Surabaya menginap di Hotel Paneleh Surabaya selama 2 minggu, baru dilanjutkan ke pelabuhan untuk menaiki kapal menuju Borneo.

Di Borneo, keganjilan semakin terlihat. Mardiyem tidak masuk dalam grup sandiwara padahal dirinya mendaftarkan diri untuk masuk ke dalam grup sandiwara. Mardiyem dibawa ke Asrama Telawang, Kalimantan Tengah. Hari pertama di Telawang Mardiyem melakukan tes kesehatan fisik lagi sama seperti sebelumnya.

Hari kedua di Telawang menjadi hari paling mengerikan bagi Mardiyem. Nama Mardiyem diubah ke nama Jepang menjadi Momoye. Di hari itu juga Mardiyem baru mengetahui, ia menjadi korban kekerasan seksual tentara Jepang. Tiap harinya ia dipaksa untuk melayani.

Sempat Momoye hamil, diketahui oleh penjaga asrama yang melaporkan kasus tersebut ke penanggung jawab (orang Jepang). Momoye dipanggil diminta untuk menggugurkan kandungannya dengan obat. Usaha tersebut tidak berhasil, Momoye dibawa ke rumah sakit untuk menggugurkan kandungannya secara paksa. Perutnya ditekan dengan keras oleh dokter yang menangani membuat rahimnya rusak. Sepulangnya dari rumah sakit Momoye tidak diberi waktu untuk istirahat. Momoye harus melayani tamu-tamu Asrama Telawang lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun