Mohon tunggu...
Ence Surahman
Ence Surahman Mohon Tunggu... Dosen - Teman Belajar Mahasiswa

Dosen di Departemen Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang sejak 2017. Asal Garut lulusan S1 di UPI Bandung 2013, S2 di UNY Yogyakarta 2016, dan S3 di NTHU Taiwan 2023.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Memaknai Bersanti, Bekerja Keras dan Bersosialisasi Ditinjau dari Hukum-Hukum Newton dan Pembelajarannya

11 Oktober 2024   15:36 Diperbarui: 11 Oktober 2024   15:39 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

(Artikel ini ditulis oleh: Dr. Purbo Suwasono, M.Si., CRA, CILA  dosen Departemen Fisika Universitas Negeri Malang dan diterbitkan di Kompasiasa sesuai dengan persetujuan dari penulis)

Hukum I Newton sering disebut sebagai Hukum Kelembaman atau Hukum Kemalasan. Pernyataan Hukum I Newton yang mudah dimengerti adalah keadaan alami suatu benda itu berkecepatan tetap. Benda secara alami cenderung diam terus jika awalnya diam, dan cenderung bergerak terus jika keadaan awalnya bergerak. Keadaan alami adalah keadaan tanpa paksaan. Ibarat orang itu "nyantai". Kalau duduk, inginnya duduk terus bermalasmalasan sambil nonton TV, main HP, baca novel, dan seterusnya. Jika beraktivitas rutin, ya beraktivitas rutin itu-itu saja tanpa pengembangan. Secara alami manusia ingin berada pada zona nyamannya. Selama tidak ada paksaan atau Upaya yang dalam fisika disebut gaya (F), maka benda terus berada pada keadaan alaminya, kalau diam ingin terus diam, dan kalau sudah bergerak cenderung bergerak terus. Kemalasan itu sebenarnya juga berdampak buruk terhadap orang, jika tidak mau merubah atau memanfaatkan paksaan (F). Misalnya orang yang sedang naik mobil, tiba-tiba direm mendadak. Jika orang tersebut membiarkan dirinya yang semula bergerak bersama mobil itu terus bergerak, dirinya akan berbeturan dengan sandaran mobil di depannya atau berbenturan dengan dashboard jika duduk di depan. Tetapi jika orang itu berusaha menahan dirinya dengan tangan berpegangan pada sandaran mobil atau dashboard, maka dia akan selamat. Berpegang pada sandaran mobil atau dashboard artinya memunculkan paksaan yang berupa gaya, agar diri orang tersebut tidak terus mempertahannya keadaan alaminya untuk terus bergerak.


Hukum II Newton, ibarat kehidupan, jika ingin maju, harus melakukan penambahan kecepatan atau memunculkan percepatan. Percepatan muncul jika ada paksaan atau gaya (F). Orang seperti ini ingin terlepas dari zona nyaman yang berbentuk kemalasan. Orang ini berusaha mengubah hidupnya menjadi lebih baik dengan mempercepat geraknya dengan bantuan paksaan atau gaya. Karena memang Hukum II Newton terkenal dengan pernyataan F a yang berarti gaya (paksaan) sebanding dengan percepatan. Ketika manusia menghadirkan paksaan (gaya), maka hidupnya akan dipercepat, yang berarti kecepatannya terus meningkat, sehingga pada saat dia Lelah, lalu menghentikan paksaan (gaya), maka dia sudah berada pada kecepatan tetap yang tinggi nilainya. Di kecepatan tinggi itulah, di masa tuanya itulah, dia sudah bisa menikmati hidup yang berkualitas tinggi pula. Ibaratnya, jika manusia mencapai uang 1 M sudah melepas paksaan (gaya) dan berhidup "nyantai", maka dia hanya bisa menikmati uang gunga deposito sekitar 2,5 juta/bulan. Tetapi, kalau dia bekerja keras dengan menghadirkan paksaan (gaya) terus menerus sehingga muncul percepatan yang terus menerus hingga mencapai kecepatan tinggi tertentu yang dilambangkan dengan mencapai uang 100M baru melepas paksaan (gaya), maka dia bisa menikmati uang deposito sekitar 250 juta/bulan.


Hukum III Newton, menjelaskan gaya (paksaan) yang ada pada Hukum II Newton. Menyatakan bahwa gaya atau paksaan itu tidak pernah berdiri sendiri, tetapi selalu berpasangan. Ini prinsip hidup bersosial. Jika kita memberi paksaan (gaya) pada orang lain sehingga orang lain itu bisa lepas dari zona nyamannya untuk mencapai kecepatan tetap atau kenyamanan lebih tingga, maka orang lain itu pasti juga memberi paksaan (gaya) yang sama kepada kita agar kita juga bisa lepas dari zona nyaman berkecepatan tetap yang rendah, menuju zona nyaman berkecepatan tetap yang tinggi. Maka, upayakan terus mengutamakan menolong orang lain, dan sesuai dengan Hukum III Newton, pada saatnya kita pasti ditolong juga oleh orang lain setimpal dengan nilai pertolongan kita. Saat telapak tangan kita mendorong tembok, maka sebagai pasangannya telapak tangan kita juga didorong oleh tembok dengan gaya yang sama tetapi berlawanan arah. Itulah pasangan gaya aksi-reaksi yang dikemukakan pada Hukum III Newton. Kedua gaya itu besarnya sama, arahnya berlawanan, dan bekerja pada dua benda yang saling berinteraksi. Saat kita naik perahu sampan, kita menggayuh atau mendorong air ke belakang, maka air juga mendorong gayuh ke depan dengan dorongan yang sama sehingga kita dan perahu bergerak ke depan.


Tetapi masalahnya apakah mahasiswa paham tentang hukum I Newton, Hukum II Newton, dan Hukum III Newton. Jangan-jangan, pengalaman kesehariannya membangun miskonsepsi pada struktur otaknya. Terkait dengan Hukum-Hukum Newton, jangan-jangan mahasiswa beranggapan bahwa setiap gerakan, pasti ada gaya. Gaya yang menyebabkan benda terus bergerak dengan kecepatan tertentu bukan percepatan tertentu. Ketika benda dilempar ke atas, saat bergerak ke atas, maka terdapat gaya yang mengarah ke atas, sesuai dengan gaya dari tangan yang melempar ke atas. Benda yang bergerak pada tabung lengkung, ketika keluar dari tabung, gerakan benda tetap melengkung, karena siswa membangun anggapan adanya gaya dorongan lengkung. Siswa memperlakukan pasangan gaya aksi-reaksi dari hukum ketiga Newton seolah-olah mereka bertindak pada objek terpisah, dan dapat ditambahkan seperti dalam hukum kedua Newton untuk mendapatkan gaya total.


Upaya untuk mengikis miskonsepsi terkait Hukum-Hukum Newton dengan pembelajaran modeling instruction berscaffolding, sebenarnya sudah banyak dilakukan sejak dahulu. Bahkan enam tahun terakhir ini, upaya pengikisan itu sangat getol dilakukan dengan berbagai macam pendekatan. Namun, strategi untuk mengidentifikasi kelemahan dan keunggulannya menggunakan intrumen soal berbasis indikator pada kurikulum. Dampaknya, beberapa laporan penelitian masih menunjukkan adanya miskonsepsi terkait Hukum-Hukum Newton.


Dari 30 macam miskonsepsi, saat posttest, tercapai sekitar 20 miskonsepsi yang terdeteksi menjadi konsepsi yang benar. Berdasarkan wawancara, seluruh siswa yang menjawab benar, mempunyai alasan yang baik. Kemampuan menjawab benar siswa terjadi karena ketika mereka kesulitan mengikuti pembelajaran modeling instruction, sudah disediakan scaffolding yang jelas, dan miskonsepsi tersebut hilang karena permasalahan yang disajikan memang merupakan permasalahan yang selama ini memicu munculnya miskonsepsi siswa. Dengan demikian pembelajaran modeling instruction dengan scaffolding terancang dan permasalahan berbasis miskonsepsi mampu mereduksi miskonsepsi siswa terkait materi Hukum-Hukum Newton sebesar 65,42%.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun