Assalamualaikum Wr.Wb.. Perkenalkan nama saya Encep Nurdin S.Pd, saya seorang guru di SMAN 1 Parongpong yang mengajar mata pelajaran Biologi. SMAN 1 PARONGPONG merupakan sekolah penggerak angkatan pertama, sekolah penggerak merupakan sebuah program transformasi pendidikan yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dengan fokus pada pengembangan hasil belajar peserta didik secara holistik, baik dari segi kompetensi (literasi dan numerasi) maupun karakter.
Tujuan Utama Sekolah Penggerak:
1. Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila: Siswa diharapkan memiliki kompetensi dan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, seperti gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
2. Meningkatkan Mutu Pendidikan: Sekolah Penggerak diharapkan menjadi contoh dan pusat pengembangan bagi sekolah-sekolah lain dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
3. Memberdayakan Kepala Sekolah dan Guru: Program ini memberikan pelatihan dan pendampingan kepada kepala sekolah dan guru agar mereka memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk mengelola dan mengembangkan sekolah.
Dalam kegiatan pembelajaran tentu tidak terlepas dari yang namanya permasalahan, namun dalam hal ini di satuan pendidikan ketika ada permasalahan yang dihadapi baik oleh guru, peserta didik ataupun tenaga administrasi sekolah, kami selalu berusaha memecahkan nya dengan berembuk. Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah dengan menggunakan metode "Segitiga Restitusi". Segitiga Restitusi merupakan proses dialog yang dilakukan oleh guru, bahkan dapat juga dilakukan oleh orang tua agar dapat menghasilkan anak yang berkarakter mandiri, bertanggung jawab, konsekuen dan berkomitmen untuk menjadi diri yang melaksanakan disiplin positif.
Adapun bentuk segitiga restitusi adalah sebagai berikut :
Ketika ada masalah di peserta didik maka yang harus dilakukan adalah :
1. Menstabilkan Identitas
Apa itu menstabilkan identitas pada segitiga restitusi?
Pada segitiga restitusi yaitu menstabilkan identitas di sini, kita menjadikan anak akan lebih mampu emosinya terkendali dengan normal tujuan awal yaitu menenangkan hati anak agar anak tidak terus berfokus pada kesalahannya. Tentu akan sulit, bila anak berbuat salah terus berfokus pada kesalahan.
- Tujuan: Membantu siswa menyadari bahwa tindakan yang dilakukannya adalah salah dan menyimpang dari nilai-nilai yang dianut di sekolah.
- Cara: Melalui dialog yang tenang dan empati, guru dapat membantu siswa memahami dampak negatif dari tindakannya terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Guru dapat mengajukan pertanyaan terbuka seperti, "Bagaimana perasaanmu setelah melakukan tindakan itu?" atau "Apa yang kamu pikirkan tentang dampak tindakanmu terhadap temanmu?".
2. Validasi Tindakan yang Salah
Memahami kebutuhan dasar yang mendasari tindakan anak berbuat kesalahan. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Ketika kita menolak anak yang berbuat salah, dia akan tetap dalam masalah. Yang diperlukan adalah kita memahami alasan melakukan hal tersebut sehingga anak merasa dipahami.
- Tujuan: Membantu siswa memahami bahwa tindakannya memang salah dan perlu diperbaiki.
- Cara: Guru dapat memberikan penjelasan yang jelas tentang mengapa tindakan tersebut dianggap salah. Misalnya, jika siswa melakukan tindakan kekerasan, guru dapat menjelaskan bahwa kekerasan tidak dapat menyelesaikan masalah dan dapat melukai orang lain.
3. Menanyakan Keyakinan
Penting menanyakan ke anak tentang kehidupan ke depan yang dia inginkan. Ketika mereka sudah menemukan gambaran masa depannya, guru dapat membantu mereka untuk tetap fokus pada gambarannya. Melalui segitiga restitusi kita dapat mewujudkan mereka menjadi murid yang merdeka. Mereka mampu menyelesaikan masalah dengan motivasi internal dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
- Tujuan: Membantu siswa merenungkan nilai-nilai yang diyakininya dan bagaimana tindakannya bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.
- Cara: Guru dapat mengajak siswa untuk merefleksikan nilai-nilai yang dianut di sekolah atau di rumah. Misalnya, "Apakah tindakanmu sesuai dengan nilai-nilai yang kita pelajari di sekolah?" atau "Bagaimana tindakanmu ini mencerminkan nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tuamu?".
Contoh kasus yang terjadi pada peserta didik :
"Rizky marah dan kesal karena Adit selalu mencontek hasil pekerjaan di kelas nya, Rizky tidak terima kemudian terjadi adu mulut dengan Adit. Hal tersebut membuat kegaduhan sehingga guru mengetahuinya". Maka tindakan guru adalah Rizky diajak berdiskusi oleh guru terkait masalah yang terjadi dengan Adit, nampak Rizky sangat kesal dengan kelakuan Adit. Namun guru mencoba menstabilkan emosi aidil dan memberikan solusi nya agar kekesalan Rizky tidak berkepanjangan sehingga keduanya bisa secepatnya berdamai. Berikut contoh diskusi dengan peserta didik saat guru berusaha menstabilkan identitas.
Foto diatas merupakan Penerapan Segitiga Restitusi di SMAN 1 PARONGPONG:
- Siswa yang mencontek: Setelah tertangkap mencontek, siswa diajak untuk memahami bahwa mencontek adalah bentuk kecurangan yang merugikan dirinya sendiri dan teman-temannya. Guru kemudian membantu siswa untuk memahami pentingnya kejujuran dan integritas. Sebagai langkah perbaikan, siswa dapat diminta untuk membuat tulisan refleksi atau membantu teman-temannya yang mengalami kesulitan dalam pelajaran.
- Siswa yang merusak fasilitas sekolah: Siswa yang merusak fasilitas sekolah diajak untuk memahami bahwa tindakannya merugikan seluruh warga sekolah. Siswa kemudian diminta untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkannya atau melakukan kegiatan sosial untuk mengganti kerugian.
Manfaat Penerapan Segitiga Restitusi:
- Membantu siswa belajar dari kesalahan: Siswa tidak hanya diberi hukuman, tetapi juga diberi kesempatan untuk memperbaiki diri.
- Memperkuat hubungan guru-siswa: Melalui dialog yang terbuka dan empati, hubungan antara guru dan siswa menjadi lebih baik.
- Menciptakan lingkungan sekolah yang positif: Segitiga restitusi membantu menciptakan budaya sekolah yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan saling menghormati.
Penerapan Segitiga Restitusi di Sekolah
Segitiga restitusi adalah sebuah pendekatan yang efektif dalam menangani perilaku siswa yang menyimpang. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pada pemulihan dan pembelajaran. Segitiga restitusi ini terdiri dari tiga tahap:
Menstabilkan Identitas:
- Tujuan: Membantu siswa menyadari bahwa tindakan yang dilakukannya adalah salah dan menyimpang dari nilai-nilai yang dianut di sekolah.
- Cara: Melalui dialog yang tenang dan empati, guru dapat membantu siswa memahami dampak negatif dari tindakannya terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Guru dapat mengajukan pertanyaan terbuka seperti, "Bagaimana perasaanmu setelah melakukan tindakan itu?" atau "Apa yang kamu pikirkan tentang dampak tindakanmu terhadap temanmu?".
Validasi Tindakan yang Salah:
- Tujuan: Membantu siswa memahami bahwa tindakannya memang salah dan perlu diperbaiki.
- Cara: Guru dapat memberikan penjelasan yang jelas tentang mengapa tindakan tersebut dianggap salah. Misalnya, jika siswa melakukan tindakan kekerasan, guru dapat menjelaskan bahwa kekerasan tidak dapat menyelesaikan masalah dan dapat melukai orang lain.
Menanyakan Keyakinan:
- Tujuan: Membantu siswa merenungkan nilai-nilai yang diyakininya dan bagaimana tindakannya bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.
- Cara: Guru dapat mengajak siswa untuk merefleksikan nilai-nilai yang dianut di sekolah atau di rumah. Misalnya, "Apakah tindakanmu sesuai dengan nilai-nilai yang kita pelajari di sekolah?" atau "Bagaimana tindakanmu ini mencerminkan nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tuamu?".
Contoh Penerapan Segitiga Restitusi:
- Siswa yang mencontek: Setelah tertangkap mencontek, siswa diajak untuk memahami bahwa mencontek adalah bentuk kecurangan yang merugikan dirinya sendiri dan teman-temannya. Guru kemudian membantu siswa untuk memahami pentingnya kejujuran dan integritas. Sebagai langkah perbaikan, siswa dapat diminta untuk membuat tulisan refleksi atau membantu teman-temannya yang mengalami kesulitan dalam pelajaran.
- Siswa yang merusak fasilitas sekolah: Siswa yang merusak fasilitas sekolah diajak untuk memahami bahwa tindakannya merugikan seluruh warga sekolah. Siswa kemudian diminta untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkannya atau melakukan kegiatan sosial untuk mengganti kerugian.
Penting untuk diingat bahwa:
- Setiap kasus berbeda: Penerapan segitiga restitusi harus disesuaikan dengan karakteristik siswa dan tingkat kesalahannya.
- Keterlibatan orang tua: Orang tua perlu dilibatkan dalam proses restitusi untuk memberikan dukungan kepada anak.
- Konsistensi: Penerapan segitiga restitusi harus dilakukan secara konsisten oleh semua pihak yang terlibat di sekolah.
Dengan menerapkan segitiga restitusi, sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi siswa untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang bertanggung jawab dan berkarakter.
Demikian ringkasan aksi nyata yang sudah saya terapkan di satuan pendidikan di SMAN 1 PARONGPONG mengenai penerapan segitiga restitusi, semoga bermanfaat terimakasih sudah membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H