Tak selamanya pendampingan terhadap anak korban kekerasan seksual berjalan sesuai dengan harapan kita. Banyak halangan dan rintangan yang seringkali menghambat langkah kita. Yang kadang kala menggugat ketulusan kerja kita.
Kali ini, Saya ingin berbagi kisah pendampingan anak korban kekerasan seksual yang menurut saya ‘gagal’.
Tidak enak memang mendengarnya, apalagi  merasakannya. Perasaan bercampur baur antara  marah, kasihan, kecewa, sedih, kesal,  dll. Pokoknya semua perasaan itu bercampur menjadi satu. Yang akhirnya, perasaan saya pada hari itu ‘saya merasa gagal dan sangat tidak produktif’. Galau biasanya melanda dan saya suka menumpahkannya dalam bahasa yang saya samarkan dalam tweet saya, tapi tetap saya jaga rahasia setiap aktor yang terlibat di dalam kasus tersebut.
Saya biasanya mendapat informasi awal sebuah kasus kekerasan dari berita di media. Setelah kejadian itu saya segera berusaha mencari tahu dimana alamat lengkap dari korban.
Setelah saya dapatkan alamat korban, saya pun mencari tahu lebih detail alamat tersebut dari teman-teman saya para TKSK (tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan). Karena mereka sangat menguasai wilayah masing-masing di tiap kecamatan.
Setelah mendapatkan alamat yang lengkap, saya segera hunting memburu alamat rumah korban. Kali ini saya mendatangi rumah seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan lebih dari satu orang, dan mereka rata-rata masih anak-anak. Beritanya cukup menghebohkan wilayah setempat dan juga secara nasional.
Saya datang ke rumah korban setelah beberapa hari kejadian.
Ketika saya tiba di rumah korban ternyata korban tidak tinggal dengan orang tuanya, melainkan dengan kakek nenek nya yang keduanya sudah berumur di atas 75 tahun.
Saya disambut dengan sangat baik oleh kakek dan nenek korban. Mereka senang menerima kehadiran saya, yang paling tidak mewakili lembaga milik pemerintah setempat.
Sebut saja nama korbannya adalah Bunga. Bunga masih duduk di kelas 1 sebuah SMP Negeri (bisa dibayangkan bahwa Bunga bukan anak yang bodoh, karena bisa masuk di sekolah negeri yang persaingan masuknya sangat ketat). Kakek dan nenek bunga menerima saya dengan tangan terbuka. Mereka menceritakan tentang masa kecil Bunga, mereka perlihatkan foto-foto Bunga pada saya. Mereka ceritakan bagaimana mereka berdua merawat Bunga dan sulitnya mendidik ‘anak zaman sekarang’, begitu kata mereka.
Saya kemudian minta berkenalan dengan orangtua korban dan yang muncul kemudian adalah ayah korban.