Jepang yang serba mahal, serta cicilan rumahnya yang harus di bayar selama 32 tahun.
Namanya Hiroshi Nohara, usianya 35 tahun, dan bekerja di salah satu perusahaan di Tokyo. Pak Hiroshi bukanlah seorang pejabat tinggi, hanya manajer biasa dengan penghasilan perbulan yang tidak begitu besar. Meski penghasilannya biasa saja, Pak Hiroshi dihadapkan pada besaran biaya hidup diKonsep rumah minimalis-modern dengan arsitektur tradisional ala Jepang memang impian Pak Hiroshi, dan dia tidak keberatan gajinya dipotong setiap bulan selama 32 tahun demi merengkuh impiannya.
Lebih jauh dari itu, dia harus menyisihkan gajinya untuk biaya sekolah anaknya, Shinchan yang juga mahal, perlengkapan bayinya Himawari, pajak mobil, tiket kereta, biaya listrik, air, dan biaya dapur isterinya. Belum ditambah biaya tetek bengek seperti snack kegemaran Shincan Chocobi, mainan pahlawan bertopeng, dan makanan anjingnya.
Seperti mayoritas warga Jepang lainnya, Pak Hiroshi juga gemar mabuk-mabukan. Namun sadar akan tanggung jawabnya sebagai kepala Keluarga dan pentingnya hidup sederhana, dia mampu meredam hobbynya tersebut dengan berupaya pulang kerumah sebelum jam makan malam. Dia tidak suka kongkow bareng teman-temannya di Kedai Kopi kekinian, makan-makan di kafe-kafe esentrik, nonton film baru di bioskop bareng temen-temennya, koleksi sepatu sneaker branded asal USA, dll.
Pak Hiroshi adalah cerminan kepala keluarga yang mengutamakan kepentingan keluarganya. Dia adalah sosok kepala keluarga yang berupaya sekuat tenaga untuk menghindari sifat-sifat konsumtif, hedonis, dan royal.
Pak Hiroshi mengajarkan kita tentang makna kesederhanaan, kedewasaan, tanggung jawab, pengorbanan, kerja keras, dan rasa cinta. Dapatkah kita mengambil hikmah dari kehidupan Pak Hiroshi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H