Malam minggu kemarin Anda kemana? Kalau saya, menikmati Ari-Reda di Tjikini (restoran di daerah Cikini). Bermula dari kicauan akun Twitter @RedaGaudiamo (yang kira-kira isinya begini) "Tg. 18/02 jam 19:00, bersama @arimalibu, saya akan menyanyikan puisi: @tjikini, Jl. Cikini 17. Mari datang!" Saya langsung tertarik hadir. Asyik, malam Minggu menikmati puisi! Sabtu malam, meluncurlah saya  ke Tjikini. Tak sulit menemukan restoran ini. Letaknya tak jauh dari Kantor Pos Kalipasir Cikini, Jakarta Pusat. Suasana malam minggu di sini selalu ramai, karena sepanjang jalan dipenuhi berbagai restoran atau kafe. Berjalan sedikit, Anda sudah sampai di Taman Ismail Marzuki, yang tak kalah ramai. Di depan pintu Tjikini, saya langsung bisa membeli tiket pertunjukan Ari-Reda seharga Rp50.000 (termasuk minuman selamat datang). Saya sampai kira-kira pukul 19:10. Syukurlah acara belum dimulai. Bangku-bangku sudah terisi. Di ruang belakang, saya melihat Reda bercengkrama dengan beberapa teman-temannya. Pertunjukan ini sepertinya memang dibuat santai, sebagai ajang reuni Ari-Reda dengan teman-teman dan pencinta musik mereka. [caption id="attachment_163662" align="aligncenter" width="450" caption="Tiket Rp50.000, dapat minuman selamat datang."]
[/caption] Siapa sih Ari-Reda? Ah, saya rasa Anda sudah mengenal mereka. Terutama  jika Anda pecinta musikalisasi puisi.  Namun bagi Anda yang belum tahu, kebetulan kemarin malam di sela-sela penampilan, Reda menceritakan sedikit cerita pertemuan mereka. Duo yang terdiri dari Ari Malibu dan Reda Gaudiamo ini hasil "mak comblang" komedian Pepeng, pada tahun 1982. Waktu itu  mereka masih kuliah di Universitas Indonesia. "Orang kira, Ari yang perempuan dan Reda yang lelaki. Padahal kebalikannya," kata Reda disambut riuh-rendah tawa penonton. Reda bilang, awalnya mereka menyanyikan lagu-lagu seperti
Fly Away (John Denver), lagu-lagu duo Simon & Garfunkel, dan lagu sejenis lainnya. Barulah pada 1987 mereka diajak terlibat dalam proyek apresiasi seni yang diprakarsai Fuad Hassan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu). Â Tujuannya, membantu orang awam menikmati puisi lewat lagu. Selanjutnya, Ari-Reda akrab menyanyikan sajak-sajak Sapardi Djoko Damono. Saya sendiri baru mengenal Ari-Reda tahun 2007, saat menerima CD mereka berjudul
Becoming Dew. Saya baru sekali mendengar yang model begitu dan langsung jatuh cinta. Syairnya indah, begitu pula lagu, petikan gitar, dan harmonisasi suara mereka berdua. Suka! [caption id="attachment_163669" align="aligncenter" width="500" caption="Menyanyikan puisi ala Ari-Reda."]
[/caption] Kira-kira pukul 19:30, Ari-Reda siap menghibur kami, dibuka dengan laguÂ
Akulah Si Telaga. Ahhh, syahdu sekali! Suara mereka sama seperti CD. Mengalir, bersahut-sahutan, dan saling mengisi. Saya malahan sempat tidak percaya dan mengira itu
lipsync (ahahahha). Penonton bertepuk tangan puas dan saya tak sabar menunggu lagu-lagu selanjutnya. Lagu kedua, lagu kesukaaan saya!
Sajak Kecil Tentang Cinta mengalir lembut dari mulut Reda. Sempurna! Saya pun ikut bersenandung kecil. Belasan lagu dinyanyikan mereka.  Beberapa adalahÂ
Hujan Bulan Juni, Sonet X, Aku Ingin, Gadis Kecil, Di Restoran, Ketika Jari-jari Bunga Terbuka, Pada Suatu Hari Nanti, Becoming Dew, Hati Selembar Daun, danÂ
Metamorfosis. Sudah puas dengan belasan musikalisasi puisi, Ari-Reda mengajak penonton bernostalgia. Mereka membawakan lagu pertama yang mereka nyanyikan dulu,
Fly Away (John Denver). Saya , terus terang, tidak mengenal lagu itu. Mungkin, waktu itu saya belum lahir. Meski demikian, saya bisa menikmati musik mereka. Â Lagu selanjutnya, tak kalah lawas. "Nah, ini lagu waktu saya SD. Pasti kamu tidak tahu kan?" kata Ibu Desire, salah satu penonton di sebelah saya. Benar, saya baru sekali mendengar
Sounds of Silence yang dipopulerkan Simon & Garfunkel. Ternyata lagu-lagu lama itu indah ya. Penonton ikut bernostalgia mendengar lagu itu, termasuk Ibu Desire yang sesekali ikut bernyanyi. Tak lama kemudian, Ari-Reda rehat sejenak. Dan saya pun memutuskan pulang karena sudah jam 9 malam lebih. Sebenarnya, saya ingin menyaksikan hingga selesai. Tapi saya harus pulang, khawatir angkutan umum sudah tak ada lagi. Tapi saya sudah puas kok, menikmati puisi bersama Ari-Reda. Terima kasih Ari-Reda. Kalian telah mengisi malam Minggu saya dengan rasa bahagia yang masih berbekas hingga sekarang. [caption id="attachment_163670" align="aligncenter" width="268" caption="Penulis bersama Reda, sebelum tampil."]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Lyfe Selengkapnya