Menyalakan lampu dan mata. Manatap sekeliling dengan nuansa penuh tanya. Sepi tapi rapi. Ranjang tempat dibaringkan tadi berubah bersih dan wangi. Bukan itu yang kumau. Kemana Tini ibunya Saciko? Bingung dan harus bagaimana.
Baju, mana bajuku?.
Terlihat diatas gantungan. Segera kuambil dan terasa ada yang beda. Lumayan berat, seperti ada sesuatu di kantongnya. Sebuah kertas, beberapa lembaran merah dan rantai emas berbuah logam mulia bertuliskan Laju. Teringat pembicaraan waktu di Mobil. Segera berlari keluar menatap photo yang menyita perhatian waktu pertama menginjak rumah ini. Photo beberapa bayi berlatar di kuburan dan photonya Saciko.
Semakin penasaran. Kubuka lembaran yang membungkus logam mulia itu. Berisi rintihan seorang Ibu.
Â
“Nak,,,
Bunda yakin kamu anak baik. Pristiwa yang tadi meneliti siapa kamu dan Bunda yakin kamu tak pernah menyentuh Sachiko, anakku, meski pembantuku bercerita kamu sering berduaan dalam kamar.
Saya percaya sama kamu nak. Bunda serahkan Sachiko kepadamu. Sachiko punya saudara namanya Laju dan kini Bunda sedang mencarinya. Jangan ceritakan tentang peristiwa tadi sama siapapun.
Kamu bebas memasuki rumah ini kapan pun dan Kamu akan segera bertemu dengan orang-orang kepercayaanku. Sedangkan kita tak kan bertemu lagi. Keluargaku punya sejarah pahit dan Aku tak ingin darah dagingku bernasib sepertiku.
Saya percaya kepadamu Nak….
Jaga perawannya Saciko dan hentikan kebiasaan mirasnya.