****
Bersama rasa penasaran setinggi gunung Rinjani. Pikiran ini berkecamuk kembali. Ada apa dengan situasi akhir-akhir ini. Semuanya benar-benar menyita waktu. Mungkinkah ini awal dari usia yang mulai Dewasa. Bertemu masalah bertubi-tubi, hanya dengan mengingat Allah hati ini menjadi tenang.
“Astagfirullahaladzim,” desah nafasku, tapi tak sadar suara itu begitu besar yang membuat Ibu Sachiko menoleh dan melemparkan senyum seksinya.
“Maaf ya nak, lama sekali g’ menyapa,”
“G’ pa-pa bu, oya bu, tinggal berapa lama sih nyampai tujuan?, tanyaku tak ingin bertanya lagi terkait profesi kedua orangtua Sachiko. Takut mis lagi.
“Sebentar lagi sampai kok nak,”
“Trus kapan balik ke Lotim?
“Ntar malam, ntar ta telponkan ortunya oke,” jawabnya.
Kami sudah sampai Lombok Barat. Tepatnya di kecamatan Narmada. Kami belok kanan, tidak lagi berjalan di jalan ramai jalan provinsi. Kami menulusi jalan desa yang indah, namun tak seindah suasan hati ini meskipun duduk dengan wajah Indah mirip Sachiko.
Masih asing dengan situasi disana meski tak asing lagi dengan Ibunya Sachiko. Mobil berhenti tepat di rumah yang cukup luas. Ibu Sachiko keluar dari Mobil dan membuka gerbang rumah yang terlihat tidak terawat tapi asri ditumbuhi banyak pohon-pohon.
Aku diminta diam di mobil. Sambil mengamati suasana dari luar Bu Sachiko terlihat masuk lagi dan langsung mengarahkan mobil ke garasi. Perhatianku bukan kepada rumah itu, melainkan suasananya yang sepi. Dibawah pohon-pohon, banyak buah yang busuk sisa kelelawar. Ada mangga, rambutan, alfukat dan yang membuatku tertarik adalah buah manggis. Bisa-bisanya Ibu ini tidak merawat rumah seluas itu.