[caption caption="Juwiter"]Saya terlambat mendapatkan info Kompasiana Nangkring bersama BKKBN Mataram, jadi ini bukan reviuw hanya partisipasi yang semoga bermanfaat sebagai bukti bahwa saya [/caption]Bangga menjadi warga Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menjadi provinsi pertama dalam mendukung pelaksanaan program pendewasaan usia perkawinan. Bangga juga menjadi korban pernikahan dini, (jangan ditiru) walau usia saya saat itu 23 tahun, dan istri tercinta saya masih ABG. Beliau sangat cantik. Karena cinta dia berhasil putus Sekolah selama 8 bulan (Kelas 1 SMA) sebagai politik agar tidak di denda pihak sekolah dan agar saya bertanggung jawab untuk segera menikahinya.
[caption caption="Ketua TP PKK"]
Saya berkata bangga, karena melalui nikah dini saya bisa bercerita bagaimana penderitaan keluarga kecil yang tak bahagia sebagai alasan menyebut diri Korban Pernikahan Dini. Sekaligus sebagai bahan Reportase Ofline saya karena telat mengetahui informasi tentang “Kompasiana Nangkring bersama BKKBN”. Keterlambatan ini juga halal kok disebut sebagai akibat pernikahan dini.
[caption caption="SMPN 1 Suralaga"]
Tapi “Kullusyaiin Maziyah” semoga bisa ditanyakan artinya ke Pak Gubernur dan melalui kesempatan ini saya sampaikan selamat dan terimakasih untuk BKKBN NTB, pemangku amanah lainnya dan spesial untuk Ketua TP PKK NTB Hj. Erica Zainul Majdi. Pasti karena peran Ibu, maka Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi berhasil menerbitkan surat edaran nomor 150/1138/Kum tentang pendewasaan usia perkawinan yang merekomendasikan usia perkawinan untuk laki-laki dan perempuan minimal 21 tahun.
Langsung membahas Tema dan tak mau mengingat masa lalu. Di posisi mengerikan, berita tentang pernikahan dini paling sering muncul, disaat menjelang Ujian Nasional. Ironisnya, Siswa SD juga ada yang diberikatakan menikah di usia ini, baru terungkap bersama data ujian nasional yang butuh kabar terkait kemana sang Anak. Cukup Jelas, lebih memilih melanjutkan kurikulum Janur Kuning, dari pada logo warna kuning emas di Tut Wuri Handayani.
Entahlah mau berkata apa. Jangan bilang nasi sudah menjadi Bubur, kemudian semua di apatiskan. Butuh sebuah solusi dan saya sangat ingin melakukan penelitian terkait “Ekstrakurikuler Sebagai Upaya Pendewasaan Usia Perkawinan” ini, Karena kalau GenRe dan PIKR, bagaimana bisa berjalan sementara posisi anak didik dalam satuan pendidikan masih terkesan di didik cuek dengan program-program BKKBN.
[caption caption="Wawancara Juwiter"]
Penelitian tersebut untuk menambah ke-ilmiah-an yang masih sebatas kerangka berfikir ini. Tapi lagi-lagi, saya adalah “Korban Pernikahan Dini” belum siap materi untuk mondar-mandir urusan ini. Walau demikian, saya punya alasan yang logis mengapa Ekstrakurikuler bisa menjadi upaya Pendewasaan Usia Perkawinan. Berikut gambarannya ;
- Pengertian Ekstrakurikuler
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 62 tahun 2014 menyebutkan Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan.
Kegiatan Ekstrakurikuler cukup Populer, sumber terkait pengertiannya, dirasa cukup. Semua kegiatan Ekstrakurikuler saya amati sangat bermanfaat terutama Ekstrakurikuler Pramuka, PMR, Olah Raga Berprestasi, dan ekstrakurikuler lainnya. Karena melalui kegiatan ini, dari reportase terbatas dan pengalaman sebagai ketua OSIS, Ketua PMR, dan merintis Jurnalistik sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler di Lombok Timur ; remaja anggota Ekstrakurikuler terlihat lebih produktif dan berfikir dewasa, dibandingkan remaja/pelajar yang kupereks.