Malang benar nasib warga asal Kelayu Lombok Timur NTB, di seputaran Jalan Pejanggik Rakam – Pancor, Kecamatan Selong Lombok Timur, dalam keadaan mengoperasikan I-Padnya untuk mengambil gambar aksi corat –coret pengumuman kelulusan SMA/SMK/MA sederajat di Kabupaten setempat, Sabtu, 7/05/2016.
Pasalnya, bukan soal dokumentasi aksi corat-coret itu saja yang hilang dari memori i-padnya pasca diambil paksa oknum polisi Lombok Timur untuk melihat kemudian mendelet hak cipta gadis itu (Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Hak Cipta). Photo-photo keluarga seperti di Pantai dan lokasi bersejarah juga hilang. Atas kejadian itu rakyat ini sangat kesal dan sedih.
Dokpri. 7/5/16
Sepanjang jalan pihaknya menggrutu tapi tak tau harus berbuat apa. Maklum pihaknya adalah rakyat biasa yang gugup berhadapan dengan aparat. “Saya sampai bela-belain photo jauh-jauh ke pantai jadi kenangan, tapi tau-tau kehapus, mending yang dihapus photo konvoi itu saja, ine ilang jeme kenangan kita” cetusnya berlogat Kelayu.
Saya yang memboncengnya pun menjawabnya enteng. “Siapa suruh Anda kasih dia,”. Lasingan dirampas pe dia,” jawabnya makin kesal sambil menyalahkan Saya yang memintanya mendokumentasikan momen tahunan yang meresahkan itu untuk kepentingan umum sebagai renungan bersama, bagaimana mencari solusi “bersama” meminimalisir aksi-aksi menyedihkan dari para generasi yang masih butuh bimbingan itu.
Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan ketua Forum Wartawan Lombok, M. Ihsan Darma Santosa yang berada di jalan menuju tujuan. Sempat saling sapa, dan bercerita terkait peristiwa itu. Namun, kami putuskan untuk tidak membahasnya terlalu lama, sambil berlalu pergi, merenung, bertanya dalam hati sampai melahirkan hak menyatakan pendapat di muka umum melalui tulisan ini dan bertanya ;
- Apakah hanya rakyat yang harus memiliki kode etik?
- Tidak bolehkah rakyat memotret untuk tujuan yang menurut pendapat kami sangat mulia?
- Jika memang rakyat harus memiliki kode etik dalam mengambil gambar, maka mohon publikasikan juga bagaimana kode etik kepolisian mengayomi rakyat di tengah jalan.
Lombok Timur, tanah kelahiran ini masih ditempati oleh sahabat-sahabat yang apatis terkait nasib sesama yang bertolak belakang dengan cita-cita bangsa ini yang ingin mencerdaskan dan memerdekakan rakyatnya. Berbeda dengan kabupaten lain, dalam cerita-cerita keberanian mereka menegakkan keadilan.
Baik yang mereka lakukan terlihat seperti kepentingan pribadi, ataupun kepentingan bersama. Walau andainya untuk kepentingan pribadi, namun toh itu juga menjadi sebuah inspirasi. Contoh aksi mereka baca di sini.
Mengapa Kami Mengambil Gambar “Itu”?
Kami adalah rakyat yang bergerak di organisi nirlaba yang sedang berjuang mengaplikasikan undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 B ayat (2) hasil amandemen kedua yang menyebutkan “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Selain itu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, serta banyak lagi catatan mulia, entah itu berbentuk undang – undang, PP, Permen, Inpres atau apapun namanya yang seharusnya menjadi renungan bersama.