Tapi bisa ia, bisa tidak. Simak saja, semoga bisa menjadi referensi untuk tupoksi terkait. Tujuannya mulia kok. Rakyat Cerdas, Anda Waspada. Lagian pula saya mengingat itu karena karena dibalik model-model yang terhormat. Yang paling menyakitkan adalah dengan alasan KPK, BKN dan sebagainya inovasi jadi terhambat. Engak mungkin kan? Karena seyakinnya Lembaga mulia itu tujuannya bukan untuk mengekang inovasi.
Gambarannya tentu juga terkait  erat  dengan undang-undang 1945 bab VIII A yang membahas badan pemeriksa keuangan, undang-undang  nomor 30 tahun 2002, dan Undang-Undang nomor 5 tahun 2014. Lalu kemudian,  apa kaitannya dengan Bulletin Kesehatan, PSM  atau Peran Serta Masyarakat dan Sabar itu punya batas ???
Ya. Sekilas ini khusus soal Bulletin Kesehatan dalam hal ini Media Informasi dan Promosi Kesehatan. Tidak ada yang lain. Yang lain bagus semua. Â Ini hanya soal pengalaman mendampingi masyarakat yang buta terkait informasi kesehatan, Apatismenya oknum staf terkait Undang-undang nomor 14 tahun 2008. Fakta perintisnya yang selalu dipersulit, jelas karena provokasi Staf Tukang Gosip. Serta harapan pimpinan dan hasil karya Jurnalisme yang terbaca dianggap sampah oleh oknum staf.
Tidak semua staf sih, segelintir saja. Dan merekalah yang ada kaitannya/menjadi (harapan) refrensi KPK, BPK, BKN dan pasal 8 UU No. 28 Tahun 1999. KPK sih jauh, karena 3 tahun yang lalu (Sebelum di Dikes) Â saya mendapat kode tiket. Bahwa KPK memberikan edukasi untuk ini, itu, dan bla...bla...bla...
Singkatnya KPK yang mulia berterima kasih serta menyampaikan beragam saran atas peran serta masyarakat. Bacaan Saya, Â KPK masih istiqomah untuk meminimalisir dosa atau menyelamatkan Abdi Negara dari orientasi "Datang, Duduk, Begosip, Terima Gaji, Bahas Anggaran, Jalankan RKA, Terima Fee, Laporan Fiktif, Rakyat Tau apa". Â
Dan melalui tulisan bersambung ini, semoga bisa melahirkan kebijakan, bahwa dalam urusan keuangan, administrasi, serta unqualified opinion, qualified opinion, adversed opinion dan disclaimer of opinion, jangan semuanya disalahkan atau dibebankan kepada pimpinan. Butuh sebuah kebijakan baru untuk revolusi mental yang tidak memberikan kesempatan Staf menggali jebakan untuk pimpinan atau Kepala Dinas.
Ya. Harus dipahami bahwa dibalik adanya kepala dinas yang sama-sama digaji bersama staf. Banyak staf yang kurang ajar. Banyak staf / karyawan dinas yang lahir karena suap, bukan karena kompetisi, kompetensi atau yang dibutuhkan oleh negara. Banyak staf yang diterima bekerja karena bahasa membayar kesempatan, 10 juta, 20 juta bahkan tau sendiri kan BKD mengeluarkan pengumuman itu. Entahlah.
Banyak staf yang bekerja hanya karena ingin dilihat menggunakan seragam dinas. Hingga pernah ada cerita, sebegitu banyaknya petugas, sayangnya sang petugas bingung  nelpon sana-sini, mungkin ditinggal oleh...hahaha.  Pekerjaan siapa tuh?  Akibatnya, Kepala Dinas yang cerdas pun bisa jadi buntu (bloon) seketika dengan kualitas SDM-nya. Kasian kan. Tapi sudah diperbaiki, tapi sedikit melahirkan kebencian dan gosip. Ikhlaskan saja. "Dibenci Staf, Disayang Rakyat" (Akan dibahas di lain kesempatan).
Lalu kemudian agar tulisan ini tidak ngelantur, kesana kemari, maka mari fokus sama terkait judul bersama pengalaman 1, 5 tahun menghadapi keapatisan. Ya. Hanya itu bahasannya, bukan yang lain. Karena yang lain sudah cukup bagus. Puskesmas sangat bagus. Seksi lain sangat Bagus, semuanya bagus. Tapi sayang malah sesuatu yang dinamakan bagus yang malah kurang bagus.
1, 5 tahun sudah. Media yang menurut dr. Kurnia Akmal (Baca di edisi Januari). Sayangnya tak ada perubahan. Jauh dari harapan ketua KNPI itu. Jauh dari harapan Seksi PL yang selalu berdoa konsistensinya. Ya. Semakin menyakitkan. Semakin diapatiskan. Entah apa sebabnya, praduga sementara, mungkin karena "Cemburu di Wajah Dinas". Cemburu yang tidak mengenal karakter, HAM dan potret latar dibalik photo dibawah ini.
1,5 tahun sudah, dibalik fakta adanya program BPKMMTM itu membuat ingatan terkait perjuangan seorang suami, 3 hari 4 malam tak ada biaya makan, menunggu istri di rumah sakit. Terpaksa jongkok di depan satpam memohon sebuah surat yang sudah di tandatangani Kepala Dinas, Namun faktor pembodohan karena apatisme informasi, Saya yang menolongnya pun harus mengemis kesana kemari.