Ada banyak cerita sedih tapi bangga buat saya saat saya menjadi anggota KPU Banten. Secara singkat saya tulis disini, yaitu di akhir periode saya menjadi anggota KPU Banten, saya menyerahkan sebuah mobil Toyota Kijang dan sebuah laptop milik Negara yang saya gunakan selama menjadi anggota KPU Banten. Setelah mobil tersebut saya kembalikan kepada staf sekretariat KPU Banten, saya pulang berjalan kaki dari kantor KPU Banten ke rumah saya, yang jauhnya kira-kira 6,5 Km. Itu saya lakukan, untuk membuktikan bahwa saya saat berakhir dari keanggotaan KPU Banten, tidak mempunyai kendaraan. Padahal waktu saya mendaftar menjadi anggota KPU Banten di awal Maret 2003, saya mempunyai 2 unit kendaraan, yaitu sebuah Toyota Kijang (kapsul) dan sebuah Suzuki Jimni. Tapi kedua kendaraan tersebut saya jual saat saya bekerja sebagai anggota KPU Banten, karena tuntutan ekonomi yang menyebabkan saya harus menjualnya.
Hal lain yang sangat menggoda saya adalah, saat menjelang Pilkada Banten 2006. Saya memang melaksanakan prinsip tawashaw bil-haq tawashaw bil-shabri (saling menasehati dalam hal kebenaran dan kesabaran). Saat itu saya mengetahui dengan nyata bahwa adanya rencana praktek korupsi. Kemudian saya mencegahnya dengan mengatakan bahwa apa yang akan dilakukannya pasti akan terbongkar. Karena itu saya minta untuk tidak dilakukan. Apalagi berita tentang adanya praktek korupsi di tubuh KPU Banten saat itu begitu santer diberitakan di Koran-koran. Eeh... besok harinya saya didatangi oleh seseorang dengan membawa uang sebesar Rp 40.000.000 (empat puluh juta rupiah), sambil menegaskan bahwa sebenarnya uang yang akan diberikan kepada saya itu jumlahnya Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah). Tapi yang Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) baru akan diberikan besok harinya.
Alhamdulillah, uang tersebut berhasil saya kembalikan lagi kepada yang memberikan. Dan, saat saya mau mengembalikan sejumlah uang tersebut, ini yang sangat berat, saya sedang kekurangan uang sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk membeli kasur. Saya tidak jadi mengganti kasur lusuh saya dengan kasur baru, karena harga kasur saat itu Rp 3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah), sementara saya hanya mempunyai uang sebesar 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Begitulah sedikit cuplikan yang terjadi pada penggalan perjalanan hidup saya. Semoga ada manfaat buat saya dan keluarga saya. Dan semoga juga Allah SWT melindungi bangsa ini dari mereka yang hobi membuat fitnah, serta menyebarkannya kepada khalayak dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi yang kini berkembang. Wallahu a'lam.
Parung-Bogor, 1 September 2017,
Muhamad Wahyuni Nafis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H