Ustman bin Affan adalah salah satu sosok penting dalam sejarah Islam. Beliau bukan hanya dikenal sebagai salah satu sahabat Nabi Muhammad S.A.W yang terkemuka, tetapi juga seabgai figur yang sangat dermawan, lembut, dan penuh integritas. Ustman bin Affan, yang memiliki gelar Dzun Nurain (Pemilik Dua Cahaya) karena menikahi dua putri Nabi, dikenal luas dengan kebaikannya yang luar biasa dalam mendukung perjuangan Islam. Dibawah ini adalah kisah kehidupan Ustman bin Affan dan perannya dalam perkembangan Islam.
Ustman bin Affan lahir sekitar tahun 576 M bertepatan dengan 35 H di kota Mekkah dari keluarga kaya dan terpandang, Bani Umayyah. Keluarganya adalah salah satu keluarga Quraisy yang dihormati dan memiliki pengaruh besar. Ketika sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq mengajak Ustman untuk menerima tanpa keraguan, meskipun saat itu menjadi Muslim berarti menghadapi ancaman dari masyarakat Quraisy yang belum menerima ajaran Nabi Muhammad S.A.W. Keberanian Ustman dalam meneria Islam di tengah tekanan dari kaumnya menunjukkan komitmen dan keyakinan yang kuat. Ustman tak hanya mempertaruhkan posisinya, namun juga menghadapi berbagai ancaman yang datang dari orang-orang Quraisy yang tidak menyukai perubahan ini.
Ustman bin Affan dikenal sebagai salah satu sahabat Nabi yang paling dermawan. Kedermawanannyadapat dilihat dari berbagai tindakan nyata, terutama dalam situasi ketika umat Islam sangat membutuhkan bantuan materi. Salah satu tindakan paling bersejarah adalah saat Ustman membeli sumur milik seorang Yahudi Madinah. Pada waktu itu, sumur tersebut adalah salah satu dari sedikit sumber air bersih, namun pemiliknya mematok harga tinggi sebanyak umat Islam kesulitan mendapatkan air. Ustman kemudian membeli sumur tersebut dengan harga mahal dan menyumbangkannya kepada masyarakat secara gratis.
Tidak hanya itu, kedermawanan Ustman juga terlihat dalam dukungannya pada Perang Tabuk. Ketika umat Islam menghadapi kekurangan perbekalan, Ustman memberikan sumbangan besar berupa 300 unta lengkap dengan peralatan perangnya. Kontribusi ini mendapat apresiasi langsung dari Nabi Muhammad S.A.W, yang bahkan mengatakan bahwa setelah itu tidak ada hal yang bisa mencelakai ustman. Nabi Muhammad S.A.W. pun mengatakan tentang Ustman tentang rasa malunya yang bersabda
أَلاَ أَسْتَحِى مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِى مِنْهُ الْمَلاَئِكَةُ
yang artinya "Apakah aku tidak malu pada seseorang yang para Malaikat saja malu kepadanya," (HR. Muslim, no.6362)
Kedermawanan beliau adalah contoh nyata betapa pentingnya sifat kemurahan hati dalam Islam. Melaui bantuannya, Ustman mendukung perjuangan Islam dan membktikan komitmen dan kecintaannya pada agama Islam.
Setelah wafatnya Khalifah Umar bin Khattab, Utsman terpilih sebagai khalifah ketiga. Masa kekhalifahannya berlangsung selama 12 tahun, dan di bawah kepemimpinannya, kekhalifahan Islam terus berkembang. Utsman berhasil memperluas wilayah Islam hingga ke Afrika Utara dan Persia, yang memperkuat posisi Islam sebagai kekuatan besar di dunia saat itu. Namun, masa kekhalifahan Utsman juga tidak lepas dari tantangan. Beberapa kebijakannya, terutama dalam pengangkatan keluarga dekatnya pada posisi pemerintahan, menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Hal ini memicu ketegangan yang akhirnya berujung pada pemberontakan di Madinah. Meskipun demikian, Utsman tetap berusaha untuk mengedepankan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah, bahkan sampai saat-saat akhir hidupnya. Salah satu kontribusi terbesar Utsman sebagai khalifah adalah pengumpulan dan standarisasi Al-Qur’an. Ia memerintahkan agar dibuat salinan resmi Al-Qur’an yang disebarkan ke seluruh wilayah Islam untuk menjaga keutuhan dan kemurnian kitab suci umat Islam. Keputusan ini merupakan langkah penting dalam menjaga ajaran Islam dan menghindari perbedaan bacaan yang dapat menimbulkan perpecahan.
Pada tahun-tahun terakhir kekhalifahannya, situasi politik semakin memanas hingga akhirnya rumah Utsman dikepung oleh para pemberontak. Dalam situasi ini, Utsman tetap menunjukkan keteguhan dan kerendahan hatinya. Ia menolak bantuan sahabat-sahabatnya yang ingin melindunginya agar tidak ada darah umat Islam yang tertumpah.
Akhirnya, Utsman wafat sebagai syahid pada tahun 656 M dalam usia sekitar 80 tahun. Warisan Utsman bin Affan sangat berharga bagi umat Islam. Sifat kedermawanannya menjadi contoh nyata akan pentingnya sikap murah hati dan peduli terhadap sesama. Kedermawanannya bukan hanya memberikan bantuan materi, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya untuk selalu mendukung kebaikan dan keadilan. Pencapaiannya dalam pengumpulan dan standarisasi Al-Qur’an tetap menjadi salah satu kontribusi terbesarnya. Berkat usaha Utsman, umat Islam dapat membaca Al-Qur’an yang sama, menjaga kesatuan dan persatuan dalam ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H