Mohon tunggu...
Emu Muslihat S
Emu Muslihat S Mohon Tunggu... -

seorang pengajar yang terus belajar memahami hakikat kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kenaikan BBM = Kerusuhan?

22 Juni 2013   09:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:36 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal bulan juni negara ini diramaikan oleh isu kenaikan harga BBM. Pemerintah berdalih kenaikan ini sebagai langkah penyelamatan APBN yang terancam karena besarnya angka subsidi untuk sektor ini. Perubahan ini tidak serta merta bisa dilakukan hanya dengan alasan penyelamatan. Banyak pro kontra yang muncul dari publik terutama dari kelas menengah ke bawah yang menjerit karena merasa semakin tehimpit. Naiknya harga BBM satu tingkat menghasilkan efek domino terhadap biaya hidup masyarakat yang turut naik beberapa tingkat. Hal ini dikarenakan di Indonesia BBM merupaka sumber energi yang utama. Masyarakat dengan level ekonomi rendah akan merasakan hentakan harga dua kali lebih besar atau mungkin lebih dibandingkan dengan yang lainnya. Namun mereka hanya bisa bergumam, karena jeritan mereka tidak akan terlalu berpengaruh terhadap penyusunan APBN yang dilakukan pemerintah. Bahkan ketika kenaikan harga BBM ini baru pada tahap isu, harga sembako sudah pengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini diperburuk lagi dengan kenyataan bahwa dalam beberapa minggu ke depan masyarakat akan menghadapi kenaikan harga yang rutin terjadi menjelang bulan ramadhan dan idul fitri.

Dari sisi pemerintah kenaikan ini dipandang harus dilakukan dan tidak bisa ditunda lagi karena akan berdampak sangat serius terhadap perekonomian menyusul perubahan harga minyak dunia. Dalam mengambil langkah ini pemerintah juga tentunya sudah melakukan riset dan simulasi yang terkait masalah ekonomi dan tentunya keuntungan politik itu sendiri. Dilematis bagi pemerintah dan akan berdampak dramatis bagi masyarakat bawah.

Menanggapi isu ini mahasiswa sebagai kaum intelek muda dengan segala idealitas dan kemampuan berfikir mereka bereaksi dengan menggelar demo dan aksi unjuk rasa. Mereka menanggapi masalah ini dengan sudut pandang mereka. Dengan mengatasnamakan masyarakat umum, mereka menyatakan menolak kenaikan ini. Apakah murni dari nurani mewakili pendapat masyarakat atau menyampaikan opini mereka ataskenaikan yang akan mengakibatkan perubahan biaya hidup mereka, Cuma hati mereka yang tahu. Yang disayangkan adalah dalam menyerukan penolakannya ini, kadang etika dan jiwa kemanusiaan tidak terjaga. Selalu terjadi hujat menghujat, bentrok dengan aparat sampai pengrusakan fasilitas umum yang memperparah kondisi masyarakat yang ada. Pada saat akan berunjuk rasa, tentunya mahasiswa harus memproses perizinan kepada pihak keamanan dalam hal ini kepolisian. Namun kenyataan di lapangan sering berujung pada tindak kekerasan dan bentrokan yang tidak jarang meminta korban ta berdosa. Aparat dan mahasiswa sama sama manusia dengan tingkat ketahanan emosi tertentu, sama sama warga negara indonesia yang mempunyai hak da kewajiban. Yang berbeda adalah peran mereka pada saat berhadapan di lapangan, yang satu sebagai subjek pengunjuk rasa kepada pemerintah dan satu lagi sebagai pengaman, pengendali stabilitas jalannya unjuk rasa. Jadi sudah sepantasnya saling bekerja sama agar tujuan dari unjuk rasa ini tercapai dengan kondisi keamanan yang terjaga.

Aparat sebagai alat penjaga fasilitas umum dan negara mempunyai kewajiban dan tuntutan tugas untuk mengamankan fasilitas umum dan negara tersebut. Disaat keadaan mengarah dan cenderung mengancam keamanan fasilitas umum, maka aparat berkewajiban mengendalikannya dengan tanpa mengacuhkan nilai- nilai kemanusiaan. Memandang mahasiswa sebagai objek pengamanan dan sebagai manusia seutuhnya sudah sepatutnya dilakukan. Begitupun mahasiswa dengan segala idealitasnya harus menyisakan ruang dalam hati mereka untuk mematenkan tujuan kegiatan yang mereka lakukan tanpa mengesampingkan nilai- nilai kemanusiaannya. Dengan memandang aparat sebagai manusia dan warga negara yang sama akan melahirkan pengertian satu sama lain dan saling menghargai. Tujuan unjuk rasa hanya untuk menyampaikan penadapat terhadap masalah yang sedang terjadi bukan untuk memaksakan pemikiran yang akan berujung pada realisasi pemikiran mahasiswa oleh pemerintah. Jika prinsip ini dipegang maka tidak perlu ada perusakan, penghujatan dan kerusuhan.

Cobalah kita sedikit lebih bijak menyikapi semua ini. Pemerintah pun menghadapi situasi sulit dengan harga minyak dunia, diluar kepentingan politik praktis. Masyarakat pun memiliki kebutuhan untuk menjalani hidup tenang damai dan sejahtera. Aparat adalah alat kendali keamanan dan ketertiban yang memiliki tugas dan tanggung jawab. Sementara mahasiswa memiliki idealitas dalam membangun bangsa dan negara. Tidak perlu kita warga negara yang sama saling menghujat, menjatuhkan, memukul dan mencederai persatuan dan kesatuan bangsa ini. Kita negara dengan cadangan minyak cukup besar dan sumber daya yang melimpah, kita memiliki pemerintah dan para ahli yang sangat terampil.

Sepantasnya kita bertahan dalam kebersatuan yang utuh untuk memanfaatkan sumber daya yang kita punya melalui tangan tangan terampil putra bangsa ini, kesampingkan kepantingan politik dan golongan. Dan masyarakat indonesia jadilah masyarakat yang kuat dan mandiri. Jangan jadi masyarakat yang maunya dikasihani, diberi, dibantu oleh bantuan yang berasal dari hutang hutang yang tak berujung. Mau dikemanakan bangsa ini, apa yang akan kita wariskan kepada anak cucu kita??

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun