Mohon tunggu...
emuh muhidin
emuh muhidin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Menulis untuk menanam dan dituai oleh anak-cucu

Santri sepanjang masa, manut kepada kyai.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jiwa Ksatria, Saling Memaafkan

8 Oktober 2021   14:56 Diperbarui: 8 Oktober 2021   15:01 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi sebagian, tak mudah untuk meminta maaf dan memaafkan. Meminta maaf membutuhkan sikap rendah hati dan legowo. Dia mesti melepaskan segala "keakuan" yang dimilikinya. Adapun memaafkan adalah sikap yang harus menundukan rasa dendam dan benci agar rekonsiliasi terjalin kembali.

Menteri Sosial, (Mensos), Tri Rismahari atau biasa disapa Bu Risma kembali menjadi sorotan. Pasalnya Bu Risma marah kepada salah seorang pendamping bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) di Gorontalo.

Bagi yang tidak mengenal Bu Risma, sikap tersebut akan dianggap 'lebay' atau dianggap teatrikal. Namun kalau mengikuti rekam jejaknya sejak wali kota Surabaya, gaya (syle) kepemimpinan Bu Risma memang seperti itu. Cepat-cermat, lugas-tuntas. Tak suka pekerjannya ditunda-tunda.

Terkait insiden di Gorontalo, kita meski cermat mengamati konteks yang terjadi hingga amarah Bu Risma yang meledak-ledak terjadi. Sekretaris Jenderal Kemensos Harry Hikmat mengaku Risma sudah meminta maaf soal insiden di Gorontalo. Ia juga mengaku suasana rapat sangat melelahkan karena ada banyak aspek yang dibahas.

"Iya wajar lah komunikasi seperti itu, itu namanya komunikasi publik, kan ibu sangat terbuka. Jadi miss komunikasi karena waktu Ibu [Risma] memimpin rapat itu kan sangat ketat, banyak aspek yang dibahas," tuturnya.

Tak akan ada asap jika tak ada api. Insiden Bu Risma marah itu terekam dalam sebuah video singkat. Dalam video itu, tampak ia mengacungkan pada pada seorang pendamping bansos Program Keluarga Harapan (PKH) di wilayah Gorontalo.

Diduga, Risma tak terima pihaknya disebut mencoret data penerima bansos sehingga bantuan tak tepat sasaran.

Kemarahan meledak tersebut bukan tanpa alasan, lantaran tak terima disebut mencoret data penerima bansos dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Sementara DTKS ini merupakan salah satu prioritas Bu Risma dalam mengatasi semrawut data penerima bansos di kementeriannya. Itulah mengapa, barangkali Bu Risma menjadi emosional.

Bu Risma sendiri mengakui dirinya memang terkadang galak dan suka marah-marah jika ada pekerjaan yang belum terselesaikan. "Saya orangnya sangat detail, kadang-kadang galak, kalau ada yang kurang saya marah, tapi kalau saya marah jangan takut, setelah itu selesai, kok," kata Risma usai Sertijab di Kantor Kemensos, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (23/12/2020).

Hal inilah yang menjadi diferensiasi gaya kepemimpinan Bu Risma dengan pemimpin lain. Seorang figur yang sebenarnya humble. Tapi akan berbeda 180 derajat jika ada pekerjaan yang mendasar keliru. Dia akan menjadi galak bahkan marah. Walau di depan banyak orang, dia akan melakukan itu. Baginya yang terpenting adalah terarah, terukur, dan dapat memberikan solusi.

Meski beberapa pihak mengkritik gayanya tersebut, namun Bu Risma konsisten melakukan yang terbaik bagi masyarakat. Dia tak segan untuk meminta maaf terlebih dahulu sekalipun ke seorang stafnya sendiri. Kita perlu pemimpin yang memiliki jiwa ksatria. Tak malu untuk meminta maaf, apalagi memaafkan.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun