Surat Keputusan (SK) Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) membatalkan kader HTI menjadi Wakil Dekan (Wadek) Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran (Unpad) sudah sesuai undang-undang. Hal itu tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 3. Pada PP tersebut diatur kewajiban PNS untuk setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan Pemerintah.
Kita sangat menyayangkan sebagian kalangan yang mempertanyakan dasar SK Rektor Unpad membatalkan Wadek FPIK tersebut. Sebaliknya patut mengapresiasi langkah tegas Rektor Unpad karena mengeluarkan kebijakan yang tepat.
Sesuai namanya aparatur sipil negara (ASN), yang profesi dan kesehariannya untuk kepentingan negara. Juga penghasilannya pun dari negara. Maka dari itu, sangat disayangkan jika ada segelintir ASN yang tidak setia pada dasar negara. Mereka diambil sumpahnya agar setia pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan konstitusi negara.
Kita lihat saja contoh kasus Wadek FPIK Unpad yang merupakan pimpinan daerah HTI. Ingat ya dia bukan simpatisan atau kader biasa-biasa saja. Dia Ketua DPD II HTI Kota Bandung, jabatan dia bukan kaleng-kaleng di HTI. Jika yang bersangkutan menjabat Wadek di Unpad, maka dapat dipastikan dia akan punya pengaruh besar menyebarkan paham khilafah yang diusung HTI ke sivitas akademik Unpad.
Sementara paham dan gerakan khilafah tentu akan menganggu kohesi sosial dan berbenturan dengan masyarakat yang mengakui Pancasila adalah jalan hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Pasal 10 angka 1 PP Nomor 53 Tahun 2010, pelanggaran terhadap Pasal 3 PP tersebut, apabila berdampak negatif pada Pemerintah dan/atau Negara dapat dikenakan hukuman disiplin tingkat berat. Penganut khilafah seperti HTI ini jelas akan berdampak buruk pada stabilitas negara. Makannya ASN yang berhubungan itu dapat dikenakan pencopotan jabatan strategis bahkan diberhentikan tidak hormat dari PNS.
Dalam PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, Pasal 7 disebutkan PNS wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan Pemerintahan, dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat serta terhadap diri sendiri dan sesama PNS.
Pada Pasal 8 PP tersebut dijelaskan etika dalam bernegara di antaranya meliputi melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan UUD 1945, mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara, menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam NKRI dan menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan tugas.
Begitu juga menurut Pakar Hukum dan Guru Besar Ilmu Hukum Univ Krisnadwipayana menyatakan bahwa tindakan Rektor Unpad sesuai Asas Umum Pemerintahan. Apabila pembatalan jabatan Wadek ini memang terkait  kaderisasi HTI, maka sesuai pendekatan HAM melalui Prinsip Contrarius Actus. Tindakan ini merupakan langkah Legitimasi Pembatalan SK Pengangkatan Wadek FPIK Unpad. Dan tidak ada  willekeur (sewenang-wenang) maupun detournement de povouir (penyalahgunaan wewenang)  dari tindakan Rektor Unpad.
Perlu diingat terkait eksistensi ormas maupun kader  HTI bahwa dengan Surat Keputusan Menteri Hukum & Ham Nomor AHU-30.AH.01.08. 201, pada tanggal 19 Juli tahun 2017. Pemerintah sudah pernah melakukan keputusan Pencabutan status hukum ormas HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Bahkan gugatan HTI atas Keputusan Pencabutan dan Pembubaran HTI telah ditolak oleh Mahkamah Agung RI dan Keputusan Mahkamah Agung telah berkekuatan tetap berdasarkan Putusan Kasasi No. 27K/TUN/2019.