Pertama, haram bagi orang kaya meminta-minta jatah sodaqoh dan haram juga bagi orang kaya menampakkan kemelaratan atau berpura-pura miskin walaupun saat itu ia tidak meminta-minta.
Terkait hal ini ada cerita, dulu di zaman Nabi Muhammad SAW ada seorang ahli suffah, ahli suffah itu adalah sekelompok orang yang dikenal miskin dan tinggal di serambi masjid nabawi Madinah., Nah, seseorang itu kemudian meninggal dunia. Ketika ia sedang diurus jenazahnya oleh masyarakat sekitar, ditemukan dua dinar emas berada di balik bajunya. Kejadian itu kemudian dilaporkan kepada Nabi, kemudian Nabi berkata: "kayyatani min naarin" (dua emas itu menjadi siksa di neraka). Kata "kayyatani" sebanarnya berasal dari kata "kayyun" Â yaitu semacam besi panas yang bisa juga dimanfaatkan untuk menyetrika.
Apa artinya, artinya orang yang meninggal itu telah berbohong dengan keadaan miskinnya. Ia menampakkan kemelaratan yang parah dengan ikut numpang di serambi masjid bersama orang-orang miskin yang lain padahal ia memiliki harta yang tidak dimiliki kawan lainnya. Dengan kata lain, ia tidaklah benar-benar sederajat dengan kawannya dari segi ekonomi. Â Itu sebabnya Nabi menyatakan bahwa apa yang disimpan berupa emas itu akan menjadi sebab ia mendapatkan siksa di neraka.
Kemudian haram al mannu dalam shodaqoh. Al mannu adalah mengungkit-ungkit shodaqoh. Mengungkit itu mengungkapkan kembali sesuatu yang sudah berlalu. Artinya yang bershodaqoh mengungkapkan dan menyebarkan terus-menerus berita tentang shodaqoh yang pernah ia lakukan.
Kedua, yang makruh dalam shodaqoh adalah bershodaqoh dengan sesuatu yang buruk (ar-Rodiy'). Maksudnya apabila seseorang memiliki makanan sedangkan ia sendiri tidak sudi untuk memakannya lalu ia berniat memberikan makanan itu kepada kerabat dengan niat shodaqoh maka hal itu adalah perkara yang makruh, artinya lebih baik tidak dilakukan.
Makruh juga bershodaqoh dengan sesuatu yang syubhat. Pengertian syubhat adalah sesuatu yang tidak jelas halal haramnya. Sudah tentu lebih parah apabila yang dishodaqohkan itu adalah sesuatu yang haram.
Makruh juga bershodaqoh dengan sesuatu yang sebenarnya hal itu merupakan keharusan/kewajiban seperti jatah untuk zakat, untuk kaffarah (denda), atau untuk nadzar. Tentu berbeda antara memberi orang lain karena zakat, karena denda, atau karena nadzar yang kesemuanya itu adalah kewajiban dengan bershodaqoh yang bersifat anjuran (sunnah). Memenuhi anjuran dengan mengabaikan kewajiban adalah sesuatu yang tidak tepat.
Makruh bagi yang bershodaqoh, ia berniat karena Allah akan tetapi ia meminta hal lain selain surga. Artinya dalam bershodaqoh tidak sepatutnya meminta hal-hal di luar rido Allah dan surga Allah seperti mengharapkan ketenaran di mata manusia ataupun menginginkan dari Allah agar bisa begini dan begitu, agar tidak begini dan begitu.
Ketiga, dianjurkan ketika bershodaqoh menggunakan harta atau sesuatu yang paling bagus kwalitasnya atau yang paling bermutu. Paling tidak-kalau makanan-adalah yang biasa dimakan sehari-hari itulah yang bagus dishodaqohkan.
Dianjurkan juga bershodaqoh dengan harta yang paling terhormat. Artinya harta itu adalah harta yang bersih bukan dari sesuatu yang tidak jelas perolehannya ataupun tidak jelas halal haramnya.
Dianjurkan juga ketika bershodaqoh diikutkan dengan perangai yang baik dan dengan perasaan serta sikap yang gembira serta menggembirakan. Disunnahkan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim ketika memberikan shodaqohnya kepada orang yang dituju.