Mohon tunggu...
Elesia
Elesia Mohon Tunggu... Administrasi - I'm a writer

Penulis CERPEN ANAK Penulis PUISI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cebong dan Kampret Telah Mati, Kita Bangkit

21 April 2019   20:47 Diperbarui: 21 April 2019   20:48 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : kompas.com

Pesta rakyat yang seharusnya dipenuhi sukacita, menjadi menegangkan dan penuh duka karena nafsu untuk berkuasa. Pendukung kedua kubu presiden saling serang. Makian, fitnah, dan provokasi dilontarkan. Ruang perbincangan kita tercemar. Tak ada lagi kerukunan. Toleransi antar masyarakat yang berbeda agama dan suku menipis, lalu semakin tajam karena perbedaan pilihan presiden. Sampai kapan kita begini?

Mungkin inilah saatnya kita bangkit. Paskah, yang diperingati umat Kristen Protestan dan Katolik, bisa menjadi momentum yang tepat. Kebangkitan Kristus harus dimaknai dan disebarkan. Semangat Paskah adalah semangat pengampunan. Bagaimana Kristus yang dicaci, difitnah, dan disiksa, tetapi pada akhirnya mengampuni. Kristus bangkit, dan mengucapkan salam kepada para muridnya, "Damai dan Sejahtera".

Kedamaian dan kesejahteraan itulah yang kini kita kejar. Lupakan urusan copras-capres yang memakan banyak energi. Kita sudah memilih, dan cukup sampai disana. Sekarang, mari kita bergandengan tangan membantu sesama. Perkelahian dan permusuhan hanya mendatangkan dendam, yang berujung pada penderitaan. Kita tak berdamai dengan masyarakat sekitar, kita yang rugi. Tak bisa saling membantu, dan segan bila ada masalah yang datang tanpa diundang. Kita tak punya teman untuk berbagi.

Pun dengan kesejahteraan. Masih banyak anak yang terlantar di jalanan, masih banyak lansia yang dilupakan dan harus berjuang sendiri di gubuk yang tak layak. Mari bersama-sama mengentaskan itu semua. Sebab dunia kini berubah drastis dari apa yang kita pikirkan. Teknologi harus diimbangi dengan pemahaman baru tentang hubungan manusia. Jika kita memelihara permusuhan, maka perkembangan teknologi akan "menelan" kita. 

Kita bangkit, dan berdiri di atas reruntuhan sekat-sekat yang selama ini membatasi. Sebagaimana Kristus mengajarkan bahwa setelah kebangkitannya, Dia tak berdiri untuk satu kaum dan merencanakan pembalasan. Tetapi Kristus menunjukkan kuasa pengampunan, dan tempat damai yang kita tuju bila melakukan perbuatan demikian.

Lupakan lah cacian dan fitnah selama ini. Saling memaafkan sesama masyarakat, sangat perlu dilakukan. Memang sulit, tetapi harus ada yang memulai dan melakukannya secara konsisten. Hal-hal semacam ini perlu kita lakukan untuk menjaga perdamaian dan memelihara persaudaraan sejati terhadap siapapun. 

Hidup bisa kita maknai dengan tafsiran masing-masing. Dan alangkah baiknya, jika itu bisa berjalan dalam kedamaian. Setiap kita bebas menjalani hidup yang kita maknai tanpa ada paksaan dan ancaman. Bayangkan dunia yang begitu indah, bila itu berhasil kita wujudkan di bumi Nusantara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun