Mohon tunggu...
Emshofi
Emshofi Mohon Tunggu... wiraswasta -

butuh pil nafsu menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kain Troso, Mencari Identitas Tiada Henti

23 April 2011   16:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:29 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1303550081510581997

[caption id="attachment_102664" align="aligncenter" width="300" caption="toklek, toklek, toklek.. bunyi ATBM (alat tenun bukan mesin)"][/caption] Jepara kota ukir, itu salah besar. Ini terbukti ketika saya menginjakkan kaki di satu desa, namanya Troso, Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara. Gapura biru unik menyambut, hiasan kanan kiri atas berupa digital printing corak kain ikat menarik perhatian.

Letak Troso tepat di jalan raya Jepara-Kudus KM. 15, Cuaca khas pesisir yang panas bukan menjadi penghalang hasrat untuk menyusuri desa ini. Satu niat, ingin membuktikan bahwa Troso, desa yang katanya paling bertanggungjawab akan ketersediaan kain tenun di pulau Bali. Dan betul. Aspal mulus terlewati, mata kanan kiri menatap banyak showroom. Memajang aneka warna dan corak kain produksi ATBM (alat tenun bukan mesin). Penasaran memuncak bukan hanya memuaskan mata.

Belanja itu pasti, tapi yang lebih urgent adalah mengintip, mendalami dan cari tahu all about Troso. Singkat kata, saya ingin menginvestigasi desa Troso dan kain tenun ikatnya. Bangga juga punya masyarakat yang kreatif, denyut desa ini begitu dinamis. Pagi hari lalu lalang orang bekerja. Suara khas, toklek…toklek…toklek, membius telinga sampai malam hari. Suara unik yang muncul dari gesekan antar kayu alat tenunnya. Troso adalah desa superjumbo, Bayangkan saja, luasnya 711,5 hektar, jumlah penduduknya 23.000 jiwa yang dibagi 83 RT  dan 10 RW, luar biasa memang.

Tapi,  pengrajin tenun Troso, hanya berpusat di daerah selatan atau istilah jawanya Troso Kidul. Yang sudah turun temurun sampai sekarang. Menurut beberapa pengrajin yang saya temui, kain Troso sebenarnya tidak punya ciri khusus, bahkan secara jujur kain yang dibuat tergantung pesanan dan musiman. Trik untuk tetap eksis dan bertahan agar asap dapur tetap mengepul.

Memang, setelah berkunjung langsung ke beberapa pengrajin kain di Troso ini,ada satu hal yang membuat tanda tanya besar bagi saya. Ternyata corak dan jenis kain Troso beraneka ragam, segala macam kain tradisional Indonesia yang saya kenal selama ini ternyata ada dan dibuat di desa ini. Sebut saja kain yang diberi nama Jaranan, terdapat gambar jaran (kuda) yang berhadap-hadapan. Istilah kain salur, atau ada yang menyebut sebagai kain antik yang tebal dan motifnya mirip buatan Nusa Tenggara Barat, lebih cocok untuk sprei, gordyn, taplak meja sampai jok kursi. Sementara kain ikat untuk bahan baju, lebih banyak variasi bahan dan motifnya. Benang misris mendominasi dengan gambar-gambar atau corak yang simetris. Plus model songket atau doby juga diproduksi di Troso.

Satu rahasia lagi, selama puluhan tahun Bali menjadi mitra intim masyarakat Troso, kain ikat yang selama ini terkenal sebagai kain Bali, sebenarnya diproduksi oleh tangan-tangan kreatif orang Troso. Padahal jarak Troso-Bali itu harus ditempuh selama  ± 20 jam perjalanan darat. Hubungan yang unik, long distance yang tak mengurangi kemesraan, tapi makin saling membutuhkan. Tapi, 2 kali bom Bali itu merusak tatanan kehidupan di Indonesia, Troso terkena imbas yang cukup parah, kerajinan tenun mati suri. Pariwisata Bali sebagai saudara Troso porak-poranda. Diakui, dari 1001 masalah klasik yang dihadapi usaha kecil menengah di negeri ini. Bom itu memperparah nasib, memantik kemarahan dan putus asa. Troso hampir bunuh diri.

Bagi masyarakat Troso masa suram terasa lama, sebelum akhirnya angin segar berhembus lagi, dimana 5 tahun yang lalu, Pemerintah Kabupaten Jepara mewajibkan pegawai memakai seragam kain Troso. Kamis, Jum’at dan Sabtu, dan itu berlanjut sampai sekarang. Jiwa kreatif masyarakat Troso menyala, suara toklek…toklek…toklek menggema lagi, bau pewarna kain menyengat hidung kembali. Proses rumit dan panjang untuk menghasilkan selembar kain bersemangat dan berlanjut.

Imbasnya, muncul fenomena menarik lagi yang saya temukan. Pengrajin tenun ikat Troso pecah, tapi dalam arti positif dimana terbagi dalam 3 kubu utama. Pertama, pengrajin yang tetap istiqomah, masih mengandalkan Bali sebagai tujuan utama pemasaran kain Troso. Kubu kedua konsentrasi melayani permintaan domestik kain seragam lingkup Kabupaten Jepara, yang sekarang ini lagi demam kain SBYnan, satu tren yang terinspirasi baju yang sering dipakai Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Motif dominasi polos, varisi garis vertical di kanan kiri depan. Kubu ketiga, ini pihak yang mencari terobosan tujuan pemasaran baru. Sentra-sentra batik menjadi target, seperti Pekalongan, Solo sampai Yogyakarta. Jenis kain yang diproduksi dalam bentuk polosan atau putihan, dari sutera, serat kayu dan serat nanas. Media kain yang siap untuk dibatik ini, proses pembuatnya lebih cepat dan tidak rumit dibandingkan dengan kain ikat.

Puas akhirnya, setelah tangan menenteng banyak barang belanjaan, kain yang asli saya beli dari pengrajinnya langsung, di Desa Troso. Terbuka lagi apresiasi saya akan kekayaan kain tradisi yang beragam, unik dan membanggakan. Satu lagi pengalaman luar biasa saya temukan. Tulisan selamat jalan di gapura biru menyapa untuk terakhir kali, melepas tamu-tamu desa Troso untuk mengabarkan ke seluruh dunia. Ternyata Jepara bukan hanya kota ukir. Pengrajin kain Troso buktinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun