Dan pada saat mendung tiba, kau berbalik arah menuju senja, jingga sudah tak lagi nampak, kau pun berlalu tanpa jejak.
Dan malam. Ya, dikala itu mendung mengurung rinduku, lalu aku coba menghadirkanmu untuk duduk menikmati malamku sebelum berlalu. Tapi aku tak mampu, sebab membayangkanmu teramat sulit untukku.
Dan siang. Siang itu aku juga tidak menyangka engkau hadir begitu saja saat aku terduduk dan terpejam di atas kursi kayu usang depan rumahku.
Engkau menyapaku lirih dengan senyuman sama persis ketika kita berbicara via telepon dahulu.
Apakah itu hanya fatamorgana ataukah yang lainnya?
Ahhh, entah kesunyian apa yang sedang mencumbuiku, pikirkanku tersapu oleh padatnya aksaramu dahulu. Rangkaian kata-kata itu pun masih menghujani sunyiku, hingga senja enggan menyapa.
Bojonegoro, 08 April 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H