Mohon tunggu...
Empuss Imut
Empuss Imut Mohon Tunggu... -

lama banget ga nulisss.... :(

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Untuk Adik di Atas Gerobak Barang Bekas

21 Juni 2010   02:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:24 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu seperti biasa, tiba di kantor tepat pada waktunya. Perut yang kosong diisi dengan segelas susu coklat hangat yang diseruput sedikit demi sedikit. Biasanya, tanpa pasokan karbohidrat di pagi hari, hanya segelas teh atau susu coklat, sudah cukup untuk mengganjal perut hingga jam makan siang tiba. Tapi kali ini aneh, si perut memberontak, diikuti dengan mata yang berkunang-kunang. Ada apakah gerangan?

PMS! Nah itulah jawabannya. Tapi tidak seperti biasa. Biasanya si tamu bulanan itu datang diam-diam dengan lembut tanpa grasak-grusuk menimbulkan kerusuhan di perut, seperti pada perempuan kebanyakan. Selidik lebih jauh, ternyata kedatangan si tamu bulanan kali ini tidak disuguhi penganan yang cukup. Hanya segelas teh atau kopi susu? Ogah dia. Dan jawabannya adalah LAPAR. Itu dia. Pelajaran buat setiap perempuan, ketika PMS datang, jangan coba-coba untuk beraktivitas tanpa sarapan yang cukup. Efeknya sangat tidak baik bagi tubuh, terutama perut.

Lalu, dengan seizin atasan karena alasan sakit perut, jam istirahat pun dimajukan. Beristirahat di kos beberapa jam sepertinya cukup untuk meredakan rasa yang tidak mengenakkan di perut. Dengan obat sebungkus nasi pun sudah cukup, tanpa ramuan atau obat-obatan pereda nyeri haid seperti yang diiklankan di tv.

Membayangkan sebungkus nasi, mendadak si perut tiba-tiba bersahabat. Lumayan tidak mengganggu selama berkendara. Motor melaju hingga tiba di sebuah toko buah. Ahaaa... Lengkeng-lengkeng yang manis menggoda itu enak juga buat camilan. Tapi apa itu? Ada buah segar yang jarang ditemukan di pasaran. Leci! Hmmm... Cicip satu biji. Aih segarnya... Oke, satu kilo, bungkus...!!

Perjalanan dilanjutkan. Niat membeli nasi plus lauk pauk buyar ketika melewati warung bubur ayam. Bubur ayam lebih cocok agar si perut yang sedang ngambek tidak lelah mencerna. Sembari menunggu bubur ayam dibungkus, beberapa buah leci dalam bungkusan plastik yang tergantung di atas motor pun diicip-icip. Hmmm...

[caption id="attachment_173010" align="alignleft" width="225" caption="Ilustrasi-Anak di dalam Gerobak/Admin (kangtutur.wordpress.com)"][/caption]

Ketika mulut beradu dengan legitnya daging buah leci, seketika terlihat seorang ibu muda bersama dua anak laki-laki berhenti tepat di depan mata. Ibu muda yang sedang mendorong sebuah gerobak barang bekas dengan kedua anak balita di atas gerobak itu tampak hendak menyeberang jalan. Dengan sangat hati-hati, dia menoleh ke kanan, lalu ke kiri, berulang-ulang, namun jalan tak kunjung sepi dengan lalu lalang kendaraan.

Mulut dengan buah leci yang sedang menari di dalamnya terkatup. Tangan hendak meraih beberapa buah leci, namun ada suara berbisik. "Mo ngasih buah leci ini ke ibu dan anak-anaknya itu ya? Ngapain? Toh bentar lagi dia juga berlalu. Tuh bentar lagi dia nyebrang, ga bakal keburu deh ngasihnya. Daripada pas dia lagi mo nyebrang, trus dipanggil, trus tiba-tiba ada motor ato mobil lewat..."

Oke, baiklah, lupakan mendermakan buah leci ini. Kembali pada bubur ayam. Sudah selesai belum bang? Oh, ternyata lamban juga gerak si abang meramu dan membungkus bubur ayam. Padahal tangan sudah siap membayar dengan selembar uang lima puluh ribuan.

Ketika pandangan kembali ke arah jalan, "Loh, si Ibu dan anak-anaknya masih di situ, belum berhasil menyeberang rupanya,". Apa kabar dengan buah leci? Ah, lupakan...

Lalu mata ini pun tak lepas dari sosok kaum marjinal itu. Beban kehidupan tampak dari raut wajah sang ibu dan anak-anaknya. Si Ibu muda dengan wajah lelah, dan anak-anaknya dengan wajah lemah memelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun