Masa sih tunjangan DPR kurang banyak, gajinya aja sudah gede. Ya, inilah yang dikatakan oleh Fahri Hamzah terkait dengan besaran tunjangan yang telah disetujui oleh pemerintah. Sungguh ini contoh orang yang tak tahu bersyukur. Di saat orang lain susah, dia dapat rejeki lagi malah merasa kurang. Ibaratnya, dikasih hati minta jantung, dikasih kulit minta tulang. Begitulah kalau memelihara jiwa yang rakus, tidak akan pernah puas dengan yang didapat, akan selalu minta tambah, lagi dan lagi.
Apanya sih yang kurang? menurut saya yang kurang dari anggota DPR adalah kurang Iman, kurang moral, kurang hati nurani, kurang rasa malu. Di tengah berbagai kesulitan yang membelit bangsa dan negara ini, tega-teganya minta kenaikan tunjangan. eh sudah dikasih, masih saja ngresulo. Dia tak pernah bayangkan rakyat saja semakin banyak yang makan nasi aking. Bahkan jumlah penduduk miskin bertambah. Masih mendinglah rakyat yang miskin materi daripada wakilnya yang miskin hati nurani sehingga lupa pada asal usulnya menjadi wakil rakyat.
Rata-rata kenaikan tunjangan di atas dua juta rupiah. Misalnya tunjangan kehormatan bagi ketua komisi/badan dari Rp 4.460.000,- menjadi Rp 6.690 000,-. lalu wakil ketua komisi/badan naik dari Rp 4.300.000 menjadi 6.450.000 dst. Menurut Fahri, tunjangan itu untuk memaksimalkan tugas-tugas mereka sebagai anggota DPR, seperti melakukan kunjungan ke daerah bencana. Ia mencontohkan (lagi-lagi contoh yang tidak pada tempatnya), bahwa Presiden mempunyai pesawat khusus yang dapat membantunya mobile kemana-mana, sedangkan anggota DPR tidak. Jadi, anggota DPR harus dapat pesawat dulu, baru mau kerja?
Lebih tidak masuk akal lagi, Fahri mengatakan, karena anggota DPR dipilih langsung oleh pemerintah, maka seharusnya diberi kebebasan mengatur finansial mereka. Eh, ini berarti mereka bebas mau korupsi sebesar-besarnya dong. Lagipula rakyat mana yang menghendaki anggota DPR bebas mengelola keuangan? kalau rakyat yang memilih bakal tahu ulah mereka senang meraup uang, maka mereka pasti menyesal telah memilih orang-orang tersebut.
Sepertinya anggota-anggota DPR ini sudah salah kaprah, kerjanya iri hati terus kepada eksekutif. Mereka menginginkan jatah uang yang berlimpah dengan tunjangan ini itu (termasuk spring bed). Padahal kerja eksekutif dan legislatif jelas beda banget. Program eksekutif lebih banyak oprasional di lapangan, menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Karena itu mereka membutuhkan dana yang lebih tinggi. Sedangkan legislatif seharusnya membuat undang-undang bersama pemerintah. Fungsi pengawasan kepada pemerintah tidak banyak menyedot biaya kok, cukup mendengar apa yang disuarakan oleh masyarakat dan menyampaikannya kepada pemerintah.
Wilayah Sumatera dan Kalimantan diselimuti kabut asap yang dahsyat. namun lebih dahsyat lagi kabut asap di dalam jiwa para anggota DPR yang kemaruk terhadap uang. Mereka lebih banyak menuntut daripada bekerja. Seperti kanak-kanak, kalau tidak diberi gula-gula, maka tidak mau beranjak dari permainannya. Aduhai, kapan mereka insyaf ya? apa mesti tunggu kiamat datang baru mereka ramai-ramai bertobat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H