Surat kabar Australia edisi hari Minggu (11-1-15) , The Weekend Australian memuat kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa AS. Dalam kartun itu seolah-olah terjadi perdebatan antara  Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Isa AS.  Kartun itu dibuat dalam rangka dukungan koran itu terhadap kebebasan berbicara dalam kaitannya dengan peristiwa penembekan Charlie Hebdo di Paris, Prancis.Kartun itu diberi judul "mari kita berdoa" oleh sang penciptanya, Bill leak. Judul itu diletakkan di tengah-tengah antara Nabi Muhammad dengan Nabi Isa.
Tidak hanya itu, koran ini menulis,"Disengaja atau tidak, salah satu aspek paling merusak dari kejahatan ini adalah menghantam peradaban kita di tempat terbentuknya Tumit Achilles kita, yakni kegemaran lentur dan berkembang kita pada kebenaran politik," Â Bahkan dalam editorialnya, The Weekend Australian menyeru dunia Barat untuk tidak boleh menunjukkan kelemahannya dalam mempertahankan nilai inti mereka atau mundur dari memperjuangkan kebebasan berbicara.
"Dalam tahun-tahun belakangan ini di depan angkara tiada henti, masyarakat majemuk, demokratis, dan bebas kita perlahan-lahan dibentuk dari kebebasan kita berbicara," tandas koran tersebut. Sedangkan pada pojok opini hari Jumat lalu, Bill Leak mengatakan dengan menyasar majalah humor maka para ektremis sengaja memilih simbol kebebasan berpendapat yang menjadi pondasi kuat peradaban barat. "Selera humor yang baik adalah salah satu karakteristik kuat manusia beradab yang berkembang baik. ketidakhadiran humor  adalah salah satu karakter utama barbarisme."
Sebagaimana diketahui, Australia menganut paham yang sama dengan negara-negara Barat lainnya. Liberalisme dalam hal apapun akan dibela mati-matian. Semua orang bebas mengatakan apa saja dan berbuat apa saja. Terutama dalam kebebasan berpendapat melalui media massa. Dunia Barat seakan tidak pernah menyadari bahwa kebebasan seseorang/masyarakat dibatasi oleh  kebebasan orang/masyarakat  lain, maka ketika terjadi benturan antara kepentingan dua kelompok, yang dipandang hanya masalah kebebasan berbicara, seperti yang terjadi pada kasus Charlie Hebdo di Paris.
Koran-koran Australia tidak merasa bersalah jika tulisan-tulisannya menyerang suatu masyarakat tertentu di dunia. Ingat saja sekitar tiga tahun yang lalu ketika The age membuat tulisan yang menyerang SBY sebagai Presiden Indonesia. Pada saat ini, The Age mengadakan 'konspirasi' dengan Wikileak. Beruntung tulisan itu hanya menimbulkan gejolak sesaat walau sempat merenggangkan hubungan Indonesia-Australia. Masyarakat kita relatif 'lebih lembut' dibandingkan dengan masyarakat negara lain.
Namun kalau memuat kartu Nabi Muhammad SAW, yang bisa tersinggung bukan hanya masyarakat muslim Indonesia. Masyarakat muslim di seluruh dunia bisa memberikan reaksi yang negatif. Bagi masyarakat muslim, Nabi Muhammad tidak boleh digambarkan sebagaimana manusia lain, sedangkan bagi masyarakat Barat, tidak menjadi masalah. Dalam hal ini telah dikupas oleh Kang Pepih Nugraha bahwa perbedaan ini sulit mencapai titik temu.
Lantas, apakah tidak sebaiknya kita berusaha mendudukkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk membicarakan masalah ini? Kita sebagai masyarakat majemuk yang sebagian besar muslim dapat memprakarsai sebuah pertemuan tingkat dunia untuk menyatukan persepsi antara budaya Barat dan Timur. Setidaknya, mendorong timbulnya saling pengertian antara dua dunia yang berbeda. Sudah saatnya Indonesia tampil, sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, ambil bagian dalam upaya perdamaian dunia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H