Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengalaman Berkemah di Lereng Merapi

20 Mei 2015   03:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selagi masih muda dulu, yang namanya petualangan pasti dilakoni. Semua hal yang menantang adrenalin, ingin dicoba. Apalagi yang menguji ketahanan fisik dan mental kita. Termasuk di antaranya adalah lintas alam, hiking dan mendaki gunung. Berkemah di lereng gunung merupakan suatu yang sangat menarik.

Setiap pecinta alam pasti ingin mencoba mendaki semua gunung terkenal di Indonesia. Salah satunya adalah gunung Merapi yang tidak pernah tidur. Sebagaimana umumnya gunung, maka Merapi juga menyimpan misteri. Terutama ada kaitannya dengan penguasa Laut Selatan, yaitu Nyi Roro Kidul.  Bagi rakyat Jogja, sosok Kanjeng Ratu Kidul bukan legenda, tetapi sosok yang nyata. Terlepas dari semua itu, pecinta alam tetap saja tertarik untuk mendaki gunung Merapi.

Satu hal yang perlu diketahui, hutan, gunung, lautan adalah tempat tinggal yang dikuasai oleh makhluk ghaib. Berdasarkan pengetahuan spiritual, tempat-tempat seperti itu merupakan kerajaan makhluk halus. Hal ini disadari betul oleh para pecinta alam sejati, sehingga mereka juga berhati-hati dalam bersikap, tidak cukup dengan menjaga kelestarian alam, tapi juga dalam berkata dan bertingkah.

Ada pengalaman unik yang terjadi ketika berkemah di lereng Merapi. Sebetulnya ini bisa juga terjadi di gunung-gunung yang lain. Sebuah pengalaman yang berbau horor bagi yang penakut. Sedangkan bagi pendaki senior, hal itu sudah biasa. Mereka sudah sering mendapatkan pengalaman-pengalaman yang menarik, menyangkut dengan keberadaan teman dari dunia lain.

Waktu itu dalam satu tim yang berangkat ada sepuluh orang, tujuh laki-laki dan tiga perempuan.  Kami berasal dari satu klub pecinta alam. Sesuai denga rencana, melalui jalur yang biasa dilewati para pendaki. Hari mulai senja ketika kami masih mendaki. Untung tujuan sudah tidak terlalu jauh. Kami berjalan sambil berbaris, ketua grup ada di depan sambil memandu jalan. Kami mengikuti di belakang, yang perempuan posisinya selang seling. Paling belakang adalah teman laki-laki yang baru bergabung di klub, dia masih junior.

Kemudian ketua grup melakukan absen dengan meneriakkan angka satu. Kami menyahut sambil mengurut nonor sesuai barisan, "dua. tiga..dst'. Tiba pada teman yang paling belakang, dia berteriak dengan semangat,"Sepuluh!" Seharusnya penghitungan selesai, tetapi tiba-tiba terdengar  ada sahutan menyambung angka berikutnya,"sebelas." Sontak kami menoleh ke belakang dengan heran. Siapa yang menyebut angka sebelas? anehnya tidak ada seorang pun di belakang teman yang kesepuluh.

Kami melanjutkan perjalanan. Ketua grup kembali berhitung. Kami pun menyahut sesuai urutan. Tiba pada angka sepuluh, teman tadi juga menyebutkan dengan keras. Lalu, lagi-lagi ada yang menyusul berteriak menyebut angka "sebelas".  Teman kesepuluh langsung meloncat, wajahnya pucat. Ia berlari ke tengah-tengah dengan ketakutan. Soalnya, memang tidak ada manusia lain di belakangnya. Yah, kami pun mengambil kesimpulan, ada teman dari dunia lain yang senang ikut berbaris.

Kami berkemah di tempat yang agak datar. Tenda langsung dipasang. Setelah makan dan menghangatkan diri, kami pun masuk ke tenda masing-masing untuk istirahat. Total ada tiga tenda, satu untuk perempuan dan dua untuk laki-laki.  Tak berapa lama kemudian ada teman yang tergopoh-gopoh terdengar keluar dari tenda. Ia lalu menyusup di antara pepohonan. Ah, paling dia kebelet mau pipis.

Ketua grup yang berada di tenda lain keluar untuk melihat. beberapa teman juga ikut keluar karena belum mengantuk.  Beberapa menit kemudian teman yang tadi kebelet sudah mucul, wajahnya tampak lega. Namun ia memandang heran kepada ketua grup.

"Abang kok sudah ada disini? tadi kan kencingnya belum selesai?" tanyanya.

"Lho, dari tadi abang memang di sini kok. Abang baru keluar tenda karena mendengar kamu keluar."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun