Hari raya Idul Fitri 1438 Hijriah telah membawa kebahagiaan dan kegembiraan bagi umat muslim di seluruh dunia. Â Mereka merayakan hari itu dengan adat istiadat dan kebiasaan masing-masing negara. Jalan-jalan dan makan-makan menjadi kegiatan utama yang dilakukan kaum muslim pada saat liburan lebaran tersebut. Tidak terkecuali di negeri Ottoman, yaitu Turki.
Sayangnya paska lebaran Turki telah dilanda cuaca yang luar biasa panasnya. Puncak musim panas di negeri yang memiliki empat musim ini, biasanya memang jatuh pada bulan Juli. Namun pada akhir Juni, cuaca panas sudah menyerang hampir di seluruh wilayah Turki. Hal ini tentu saja menghambat aktivitas orang-orang yang sedang berlibur.
Di Istanbul misalnya, pada hari Kamis tanggal 29 Juni 2017, thermometer mencatat suhu tertinggi pada 60 derajat Celcius. Bayangkan betapa panasnya. Di Indonesia saja yang negara tropis, tidak pernah mencapai suhu setinggi itu. Wajarlah bila para penduduk merasa tersiksa dengan hawa panas yang melanda. Kebanyakan mereka urung keluar rumah, berdiam diri di dalam gedung dan mengandalkan AC (Air Conditioner) untuk menyejukkan badan.
![suhu di Istanbul hari Kamis (dok.Hasan)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/07/03/19621703-10206959586906641-1219571222-n-59593525e995f05e2b07b642.jpg?t=o&v=770)
Sedangkan di Zonguldak, sebagian wilayahnya berada di tepi pantai. Distrik ini memiliki pantai yang indah dan jernih. Penduduk setempat kerap menghabiskan waktu di taman-taman tepi pantai yang terbuka untuk umun. Namun karena cuaca sangat panas, maka mereka tidak lagi keluar. Â Taman-taman itu menjadi sepi.Â
![laut jernih di Zonguldak (dok.Ferhat)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/07/03/19554214-10155357205777092-3483650673669523938-n-595937430f61457db4562104.jpg?t=o&v=770)
Sementara itu di Antalya yang menjadi penghasil bunga tulip, hawa panas menyerang pada hari Sabtu tanggal 1 Juli 2017. Suhu thermometer tercatat di kisaran 51 derajat Celcius. Namun para petani bunga tetap mengerjakan tugasnya merawat tanaman. Hanya saja mereka berusaha lebih cepat menyelesaikan pekerjaannya, berteduh di dalam bangunan yang memiliki AC.
![anak-anak berenang di Antalya (dok.Bayram)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/07/03/19511919-1664477973594934-340642303-n-595938b1e48e384476134aa2.jpg?t=o&v=770)
Lucunya, orang-orang dewasa yang datang ke pantai tidak berenang bersama anak-anak. Mereka malah memilih cara yang unik untuk mendinginkan tubuh, yaitu dengan mengubur badan mereka di dalam pasir, hanya tinggal kepalanya saja yang 'nongol' di permukaan. Mungkin mereka meniru beberapa jenis binatang seperti unggas yang gemar menyiram tubuhnya dengan pasir supaya dingin.
Beruntunglah kita yang berada di Indonesia, negara tropis yang hanya memiliki dua musim. Rasanya Indonesia tidak pernah mengalami cuaca  dan hawa panas seperti itu.  Dalam bulan Juli, yang seyogyanya adalah musim kemarau, justru masih dilanda hujan lebat. Bahkan sebagian wilayah menderita banjir dan tanah longsor. Anomali cuaca yang tak bisa diprediksi, tetapi masih tetap lebih menguntungkan daripada di negeri lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI