Perempuan itu mulai gelisah. Ia tahu semua orang yang melihatnya memancarkan pandangan curiga. Mereka hanya sekedar beramah tamah, tetapi kerlingan mata memerhatikan dengan seksama. Sedangkan di ruangan lain, mereka berbisik-bisik membicarakan dia. Perempuan itu menjadi pusat perhatian yang tak diinginkan. Ia menjadi serba salah, mau menyapa menjadi kikuk, berdiam diri semakin depresi.
Ya, semenjak terjadinya konflik di kantor kami, dia menjadi tersangka. Perebutan kekuasaan antara pimpinan membuat kami terbelah menjadi dua kubu. Sebagian besar mengikuti Bos A, termasuk aku. Sedangkan sebagian kecil lainnya mendukung si B, dan diduga perempuan itu juga bersamanya. Si A adalah pimpinan yang jujur dan lurus, tetapi si B adalah pimpinan yang semena-mena dan diktator. Hanya saja ia yang punya banyak uang dan materi, yang biasanya membuat terpukau para wanita.
Kekayaan si B memang luar biasa, bukan hanya memiliki rumah dimana-mana. Dia juga memiliki pesawat jet pribadi yang siap mengantar kemana saja, baik ke dalam negeri maupun luar negeri. Perusahaannya telah merambah ke beberapa negara tetangga. Tak heran jika ia memiliki banyak dayang-dayang yang siap menemani tanpa diminta. Menurut kabar burung, ia juga memiliki istri simpanan yang profesinya adalah artis terkenal.
Masalahnya, posisi perempuan itu adalah sebagai sekretaris pimpinan. Kebetulan si B adalah Direktur Utama di kantor kami. Otomatis perempuan itu selalu melayani Bos B. Dia selalu berteriak gembira jika Bos B memberi tip beberapa lembar uang kertas. Gaya hidupnya yang modis  membutuhkan lebih dari sekedar gaji bulanan. Karena itu kami yakin bahwa perempuan itu sangat fanatik memuja Bos B yang selalu menyuplai kebutuhannya. Apalagi dia juga sering diajak berkeliling dalam pesawat pribadi.
Dan ketika terjadi kudeta, Bos B yang merasa memiliki kekuasaan tertinggi mengusir Bos A dan pengikutnya. Kami pun terpaksa pindah kantor. Untunglah Bos A mendapat tempat yang tidak kalah strategis dari kantor semula. Kami pun tidak keberatan. Kepindahan ini juga dalam rangka menyusun rencana untuk melawan kesewenangan B. Hampir 90 % karyawan mengikuti Bos A. Â Sementara perempuan itu bertahan di kantor lama bersama B.
Namun beberapa hari kemudian, perempuan itu menyusul kami ke kantor yang baru. Pasalnya, salah seorang teman dekatnya yang berada di kubu kami, membujuk dia untuk bergabung. Datanglah dia dengan gayanya yang khas. Tapi tak urung ia tetap merasa canggung, karena kami memperhatikan dengan pandangan menyelidik. Apakah dia bisa dipercaya? Mengapa dia dibiarkan masuk ke kantor baru?
Semenjak dia hadir di kantor baru, kami merasa tidak aman lagi. Soalnya dalam beberapa kali rapat, ternyata hasil rapat bocor ke Bos B. Â Dengan sendirinya dia menjadi tersangka utama. Siapa lagi kalau bukan perempuan itu. Dia adalah sekretaris pimpinan B dan telah mendapat banyak subsidi dari B. Bisa saja dia sengaja dibiarkan pindah ke sini untuk mematai-matai kami.
"Kenapa sih dia dibolehkan masuk sini?" gerutu salah seorang staff.
"Itu gegara si Anu mengajak dia," tukas staff lain.
"Kita bikin mosi tidak percaya agar dia dikeluarkan," ajak seorang kawan.
Lalu, dibuatlah surat mosi tidak percaya yang ditanda tangani kami semua, meminta agar perempuan itu dipecat dari kantor. Surat itu diberikan kepada pimpinan. Bos A kurang setuju, tetapi dia meminta rembugan bersama pimpinan yang lain.