[caption caption="Seneng Utami menunjukkan kebolehannya (dok. Thamrin Sonata)"][/caption]Seneng Utami, adalah kompasianer muda yang sering meramaikan jagad Kompasiana. Tulisan-tulisannya cukup menarik dan enak dibaca. Sesungguhnya dia memiliki bakat yang cukup untuk menjadi penulis profesional. Namun karena perjalanan hidupnya yang cukup berat, ia sering kehilangan kepercayaan diri. Antara masalah pribadi dan masalah keluarga yang selama ini membebani pikitrannya.
Seneng kerap berganti pekerjaan. Sebelumnya ia pernah menjadi TKI di negeri seberang. Setelah kembali ke Indonesia, ia mencari pekerjaan yang berbeda. Di sisi lain, Seneng tetap melakukan hobinya menulis. Sayangnya beberapa bulan yang lalu ia tampak galau berat. Hal itu tersirat dari status-statusnya di akun medsos, terutama facebook. Bahkan tercetus bahwa dirinya ingin kembali menjadi TKW. Teman-teman kompasianer lainnya tentu saja berusaha menguatkan mentalnya.
Namun ketika pulang kampung ke Yogyakarta, ia menemukan jalan untuk melampiaskan kegelisahan jiwanya. Seneng masuk teater arahan Sitoresmi, istri almarhum WS Rendra. Ia tampak antusias sekali 'nyemplung' di teater. Rupanya Sitoresmi membaca bakat yang dimilikinya. Ia mengajak Seneng latihan secara rutin. Bahkan Seneng Utami mulai menggunakan nama "Uut' sebagai brand name kemunculannya di panggung seni.
Tak dinyana "Uut' Seneng Utami mendapat kesempatan manggung pertama kalinya. Pementasannya di lokasi yang cukup prestise, yaitu Taman Ismail Marzuki. Ia berangkat bersama teman-teman lainnya dengan menggunakan bus dari Yogyakarta ke Jakarta. Kegembiraan ini ia kabarkan melalui medsos, sehingga teman-teman kompasianer lainnya mengetahui kiprahnya. Saya dan beberapa teman lainnnya diundang untuk menyaksikan pementasan tersebut pada Selasa, 12Â Januari 2016.
Maka, setelah mengikuti bedah buku yang diselenggarakan Kutubuku di studio Kompasiana, saya dan Mas Thamrin Sonata berangkat ke TIM untuk memberikan dukungan kepada Seneng Utami. Jalan yang macet membuat kami cemas akan terlambat datang ke pementasan Seneng Utami. Memang terlambat, tetapi untunglah Seneng belum tampil dengan sebenarnya. Dia masih menjadi figuran untuk pemain yang lain.
Bentuk pementasan teater ini adalah monolog, seperti orang yang membaca cerpen. Tetapi juga menampilkan gaya dan ekspresi akting masing-masing pemain. Jadi setiap pemain membawakan cerita yang berbeda. Kami masuk dan menonton dengan diam-diam, duduk di bangku belakang. Selagi menunggu giliran tampil, kami membaca bahasa tubuh Seneng yang agak kurang pede. Ia tampak sedikit gelisah. Namun ketika gilirannya tiba, Seneng langsung on. Dia membawakan kisahnya dengan apik. Sebagai seorang pemula, aktingnya cukup baik. Seneng sangat menghayati perannya. Mungkin karena kisah yang dimainkannya tak jauh dari kenyataan yang pernah dialaminya, yaitu sebagai TKW di negeri tetangga.
Secara pribadi, saya sangat bangga dengan penampilan Seneng Utami. Dan saya berbahagia karena ia telah menemukan passion di dunia teater. Mudah-mudahan ini merupakan langkah awal gemilang untuk masa depan lebih baik. Namun tentu saja saya sangat berharap agar Seneng Utami tidak lupa tetap menulis di Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H