Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Ketika Buku-buku Saya Musnah

17 Mei 2015   17:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:53 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1431856881625830424

[caption id="attachment_418120" align="aligncenter" width="300" caption="satu bufet buku musnah (dokumen pribadi)"][/caption]

Kehilangan buku-buku yang saya cintai adalah sebuah tragedi. Saya tidak mempunyai harta. Saya hanya memiliki buku-buku. Jumlahnya tidak banyak, mungkin seribu lebih, dengan aneka buku fiksi, agama dan buku ilmiah. Buku-buku itu sebagian adalah peninggalan almarhum Bapak yang mewariskan buku-buku agama.

Tragedi itu terjadi hampir dua tahun yang lalu. Saya yang hidup secara nomaden, sedang berada di rumah kakak pertama di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Saya tinggal di sana beberapa bulan atas permintaan sang kakak. Namun barang-barang saya tinggalkan dalam rumah kontrakan di perumahan Pasaraya, Depok. Rumah itu kosong, kuncinya saya titipkan pada kakak keempat yang tinggalnya juga tak jauh dari rumah itu.

Tak dinyana, sekitar bulan September cuaca ekstrim melanda Jabodetabek. Saya melihat berita tersebut melalui televisi. Saya tak menduga bahwa hal itu berakibat buruk bagi rumah yang saya kontrak. Saya pikir, biasanya Depok bebas banjir, kecuali yang berada di kompleks Pelni dan perumahan Duta, karena di sana sungai lebih tinggi dari jalan. Karena itu saya sedikitpun tidak merasa kuatir.

Bulan berikutnya barulah saya kembali ke Depok. Saya langsung mengambil kunci dari kakak keempat. Dengan diantar dua keponakan saya pulang ke kontrakan. Betapa kagetnya saya ketika masuk ke dalam rumah. Ternyata rumah sudah dipenuhi oleh ribuan rayap yang ada di setiap tiang, kusen jendela dan pintu, bahkan merambat ke hiasan dinding kaligrafi yang bingkainya terbuat dari kayu. Begitu dipegang, kayu itu sudah menjadi serpihan-serpihan.

Maka saya berlari ke satu ruangan, dimana saya menjadikannya sebuah perpustakaan kecil. Janntung saya berdesir ketika mendengar suara gemerisik dari salah satu bufet pendek yang penuh dengan buku dan arsip penting. Dengan panik, saya membuka kunci bufet tersebut.  Betapa kagetnya saya ketika mendapati pinggirannya dipenuhi oleh gelembung terowongan tanah yang dibuat oleh koloni rayap. Deretan buku masih terlihat rapi, sebersit harapan muncul, mudah-mudahan buku-buku itu selamat.

Tapi apa yang terjadi, ketika saya tarik sebuah buku, ternyata yang masih utuh hanya pinggiran belakang saja, sedangkan tengah-tengahnya sudah berlubang-lubang dimakan rayap. Saya coba cek lagi beberapa buku, nasibnya sama, sudah penuh dengan lubang berisi rayap-rayap yang asyik memakan lembaran-lembaran di dalamnya. Saya teringat  akan arsip pribadi yang berada dalam susunan di bawah. Bagai ditusuk sembilu ketika mendapati arsip-arsip penting itu juga hancur. Ada ijasah saya dari SD hingga Sarjana, ada akte kelahiran, kartu keluarga dll. semua nyaris tidak berbentuk.

Saya merasa sesak, tidak bisa bernafas dengan baik. Seperti ditikam belati bertubi-tubi. Pertanda apakah ini? semua arsip itu adalah identitas saya, perjalanan hidup saya sejak kecil hingga dewasa.  Saya merasa dihempaskan ke dalam sumur yang tak berdasar. Tanpa sadar saya terisak, beberapa butir airmata jatuh bergulir membasahi wajah saya yang pucat. Salah seorang keponakan saya jadi melongo melihat tantenya menangis.

Bufet itu berisi koleksi majalah Alkisah yang saya kumpulkan selama lima tahun. Saya menyukai Alkisah karena mengandung ilmu agama yang lebih banyak dari majalah sejenis. Selain itu adalah buku-buku tua namun berharga, yaitu buku-buku dari Presiden Pertama RI, Bung Karno. Buku Bung Karno yang masih selamat hanya DBR (Di Bawah Bendera Revolusi) jilid 2. Kemudian arsip pribadi yang saya simpan di map tersendiri.

Tiga bufet yang lain, yang juga berisi buku-buku, belum terlalu disentuh oleh pasukan rayap, masih utuh. Namun buku-buku yang berada dalam kardus, sebagian hancur di bagian bawah. Menurut keponakan saya, sewaktu ada hujan ekstrim, perumahan itu terkena banjir, air meluap dari jalanan masuk ke dalam rumah. Keluarga kakak saya sibuk menyelamatkan rumahnya sendiri sehingga tak terpikir untuk melihat rumah kontrakan yang saya titipkan. Mereka juga baru tahu ketika saya pulang. Nasi telah menjadi bubur, buku-buku saya telah hancur.

Namun saya tak bisa menyalahkan siapapun. Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa izin Allah. Demikian pula yang terjadi pada diri saya. Identitas saya sebagai manusia sengaja dihilangkan oleh Allah. Tinggal identitas saya sebagai seorang hamba di hadapan Tuhannya. Saya menerima takdir ini, meski dengan berlinang airmata. Sungguh, Allah adalah Yang Maha Kuasa.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun