Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kapan Ibukota Pindah?

11 Februari 2015   20:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:25 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1423642086338066741

[caption id="attachment_396215" align="aligncenter" width="624" caption="Banjir Jakarta (KOMPAS/LASTI KURNIA)"][/caption]

Permasalahan banjir tidak akan hilang dari Jakarta. Ibarat penyakit, sudah terlalu akut dan hampir dipastikan sulit untuk disembuhkan. Sebab penyakit itu sudah melanda Jakarta sejak puluhan tahun yang lalu tanpa upaya pencegahan yang serius dari semua pihak. Ini bukan berarti bahwa sekarang upaya itu sia-sia, tetapi lebih memandang jauh ke depan apa yang masih bisa dilakukan.

Masalah yang dihadapi sangat kompleks. Pertama, pembangunan fisik yang telah melanggar RUTR. Banyak gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan telah melahap lahan hijau yang seharusnya dipertahankan menjadi hutan kota guna memenuhi kebutuhan oksigen dan menyerap air hujan. Pembangunan ini tak lepas dari permainan mafia tanah yang melibatkan oknum Pemda DKI Jakarta itu sendiri, yang mengeluatkan izin-izin bangunan. Kedua, Pembangunan gedung tidak disertai perbaikan sistem drainase sehingga air hujan tidak bisa tersalur  secara semestinya. Ketiga, masih banyaknya penduduk yang tinggal di tepi sungai dan danau yang seharusnya menjadi penyangga aliran air. Keempat, perilaku buruk  masyarakat yang masih saja tidak berubah, yaitu membuah sampah sembarangan. Kelima, air laut sudah semakin merembes ke daratan, dan kabarnya sudah sampai di bawah Monas.

Dengan berbagai masalah tersebut, bisakah Jakarta bebas banjir? tidak. Bukan saya pesimis, tetapi itu bagai pungguk merindukan bulan. Secara logika, kita tidak bisa lagi meruntuhkan gedung-gedung untuk mengembalikan lahan hijau. Kita juga tidak bisa menahan rembesan air laut yang mengancam ibukota. Kita juga sulit membangun drainase karena lahan sudah tak ada. Dan ini akan menjadikan Jakarta sebagai kota banjir abadi. Satu-satunya yang bisa dikerjakan saat ini hanya meminimalisir wilayah banjir.

Jadi kalau Jakarta tak bisa dibebaskan dari permasalahan banjir, apakah jakarta masih layak menjadi ibukota? masih, tapi hanya untuk sementara. Sedangkan di masa depan, sebaiknya ibukota tidak lagi berada di Jakarta. Apalagi dengan pertumbuhan penduduk dan kemacetan yang luar biasa, tidak dapat menunjang kota terbesar ini tetap sebagai ibukota. Maka harus dipikirkan dengan sungguh-sungguh untuk memindahkan ibukota ke tempat lain.

Wacana memindahkan ibukota telah lama muncul. Namun masih hanya sebatas wacana. Ada usulan memindahkan ibukota ke pulau Kalimantan, pulau terbesar di Indonesia. Hal ini mengingat bahwa luas tanah di Kalimantan akan mencukupi untuk membangun sebuah kota sebesar Jakarta. Walau jenis tanahnya berbeda dan memerlukan perhitungan tersendiri. Bagi penulis, dipindahkan ke pulau mana saja tidak menjadi persoalan, yang penting bagaimana pembangunan sebuah ibukota harus direncanakan dengan sebaik-baiknya agar tidak lagi menjadi ibukota yang bermasalah seperti Jakarta.

Pemindahan ibukota harus dicanangkan sebagai program jangka panjang yang akan melalui beberapa periode pemerintahan. Sebuah pembangunan  berkelanjutan yang kemungkinan besar membutuhkan kerjasama beberapa presiden dari waktu ke waktu. Tetapi pembangunan ibukota baru harus mulai dijalankan secepatnya, sejak pemerintahan sekarang secara bertahap.

Pemindahan ibukota akan memberikan dampak perekonomian yang sangat besar. Utamanya, jika pusat pemerintahan berpindah, otomatis pusat bisnis juga akan mengikuti. Daerah yang selama ini tertinggal akan mengalami kemajuan yang cukup pesat. Kita berharap bahwa pembangunan ibukota akan meratakan pembangunan ke wilayah-wilayah lain yang selama ini kurang tersentuh. Memang Indonesia bagian Barat lebih dulu merasakan keberhasilan pembangunan. Maka giliran Indonesia bagian Tengah dan Timur yang akan mengalaminya. Pemerataan ini juga akan mencangkup berbagai bidang, terutama bidang pendidikan yang sangat diperlukan untuk modal membangun bangsa dan negara.

Sebenarnya, hal ini sejalan dengan rencana pemerintahan Jokowi  yang ingin membangun tol laut. Berarti akses masuk ke berbagai daerah akan semakin mudah. Demikian pula akses ke ibukota yang baru. tentu saja semua harus paralel dengan penyediaan fasilitas yang menunjang berkembangnya sebuah ibukota, yang selayaknya melebihi DKI Jakarta.

Sementara ibukota baru dipersiapkan dengan matang, aktivitas di Jakarta tetap berlangsung seperti biasa. Pemkot DKI tetap berkewajiban mengayomi warganya sebaik mungkin, termasuk melindungi mereka dari bahaya banjir. Di sisi lain, di daerah yang bakal menjadi ibukota, masayarakat setempat juga akan menyiapkan diri sebagai warga ibukota. Tentu dengan melibatkan para penyuluh masyarakat yang memberikan penjelasan yang gamblang tentang pentingnya sebuah ibukota baru.

Ini bukan sebuah mimpi. Ini adalah bagian dari cita-cita Warga Negara Indonesia yang menginginkan sebuah ibukota yang aman dan nyaman. Nah, kapan ibukota pindah? Mungkin 20-30 tahun lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun