Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Jadikan Kompasiana Sebagai Arsip Pemikiranmu

8 Mei 2015   11:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:16 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa kompasianer yang patah semangat karena tulisannya tidak pernah masuk Trending article atau Head Line. Biasanya hal ini alami oleh para penulis pemula yang belum lama gabung di Kompasiana. Pertama kali menulis sangat menggebu-gebu, lalu setelah itu mulai mengendur dan akhirnya malas menulis lagi.  Sebenarnya mereka tergiur dengan para penulis senior yang sering masuk TA dan HL, mendapat banyak komentar dan bintang. Jadi ketika mereka tidak mendapatkan hal itu, mereka jadi kecewa berat.

Kecewa boleh saja, tapi jangan patah semangat, karena untuk mencapai puncak gunung memang harus mendaki. Kesuksesan seseorang tidak terjadi begitu saja, harus ada proses yang dilalui. Sebuah proses menjadikan kita lebih matang dan berpengalaman sehingga mampu membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk. Demikian pula dengan menulis, seseorang menjadi pandai menulis juga butuh proses.  Kita harus sadar bahwa tidak ada yang instant dalam kehidupan ini.

Kesalahan pertama dari penulis pemula adalah niat. Jika niatnya hanya untuk mendapatkan komentar dan bintang maka itu salah besar. Pola pikirnya harus diubah. Jangan jadikan menulis sebagai alat untuk mencari perhatian orang lain. Karena kalau begitu, kita tidak bisa menghargai hasil karya kita sendiri. Jika tulisan tidak dilirik atau dibaca orang, lantas tulisan itu dianggap sampah dan tak bernilai. Kita menulis untuk diri sendiri. Ya, untuk merekam semua perjalanan pemikiran kita.

Ibarat sebuah buku harian, tulisan-tulisan kita adalah catatan pemikiran kita selama ini, sejak baru menjadi anggota sampai sekarang ini. Kita menanggapi kehidupan sehari-hari, baik itu kehidupan pribadi, keluarga, lingkungan hingga negara. Semua reaksi kita terhadap suatu keadaan, pemikiran dan pendapat yang berdasarkan pengetahuan dan pengalaman, dituangkan dalam sebuah tulisan di Kompasiana.

Tak usah terlalu dipikirkan apakah tulisan itu bisa masuk TA atau HL, biarkan mengalir mengikuti nasibnya. Yah, iseng-iseng berhadiah, masuk TA/HL syukur, kalau tidak ya sudah. Teruslah menulis menyuarakan isi hati dan pemikiran melalui tulisan-tulisan. Suatu saat kita akan menyadari bahwa tulisan-tulisan itu tetap mengandung nilai tinggi yang membuat kita sendiri terheran heran.

Mengapa begitu? Pada waktu tertentu kita perlu flash back melihat apa yang pernah kita tulis. Pertama, kita akan melihat perkembangan dari hasil tulisan itu. Mungkin kita akan tertawa dengan tulisan pertama yang begitu naif dan konyol, atau bahkan takjub, kenapa ya kita bisa menulis seperti ini. Kedua, kita akan mendapati bahwa setiap tulisan memiliki pembaca tersendiri. Ada tulisan-tulisan yang tak pernah dipantau lagi, ketika dibuka kembali ternyata jumlah pembacanya melonjak berkali lipat. Ini bukan keajaiban. Di sisi kiri kita tahu ada orang yang membagikan melalui Fb, tweeter, Linkedin dan Google+. Kalau ada yang share melalui akun-akun tersebut, hampir dipastikan jumlah pembacanya akan terus berkembang.

Ketiga, suatu saat kita tahu bahwa tulisan kita ternyata juga berguna, untuk diri sendiri dan orang lain.  Mungkin ada suatu keadaan dimana kita butuh referensi tulisan, dan ternyata kita bisa mengambilnya melalui arsip tulisan sendiri di Kompasiana. Di sisi lain, ternyata ada juga orang-orang yang menggunakan tulisan kita sebagai referensi untuk tulisan mereka. Nah, jika ingin melacak siapa saja yang pernah menggunakan tulisan kita, klik saja di Google. Jangan heran jika kita mendapati salah satu tulisan 'nyantol' di akun atau media internet yang tidak kita kenal. Selama nama kita dicantumkan, hal itu tidak menjadi masalah. Hitung-hitung menambah kemungkinan kita dikenal oleh publik.

Karena itu, teruslah menulis. Jangan biarkan dirimu patah semangat hanya karena tulisanmu tidak terpilih masuk TA atau HL. Tulisan penulis senior juga tidak selamanya masuk TA dan HL. Kadang-kadang ada tulisan mereka yang sepi pembaca. Namun mereka tetap menulis di Kompasiana. Menulis sudah menjadi bagian dari hidup mereka dan kompasiana adalah tempat untuk mengarsip tulisan-tulisan tersebut.

Keep writing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun