[caption id="attachment_381376" align="aligncenter" width="327" caption="Mengenakan hijab dengan benar"][/caption]
Melihat pergaulan ibu-ibu tetangga seringkali menggelikan, tetapi juga adakalanya terasa miris. Misalnya saja dalam persoalan etika berpakaian. Sebagian besar ibu-ibu mengenakan pakaian muslim atau hijab jika bepergian jauh, datang ke pesta hajatan atau pengajian. Namun dalam kehidupan sehari-hari bersama tetangga, mereka tidak peduli dengan apa yang mereka kenakan. Walau keluar rumah, ngobrol bersama tetangga, mereka tidak risih tanpa hijab, masih saja mengenakan daster atau pakaian rumah lainnya.
Kita akui, semakin banyak perempuan muslim yang mengenakan hijab tentu membuat kita bersyukur. Sebagai negara yang penduduk muslimnya terbesar di dunia, layaklah bila para perempuannnya mengenakan pakaian yang sesuai dengan syariat. Sayangnya industri pakaian menjadikan pakaian muslim cenderung sebagai fesyen. berbagai rancangan dibuat dan dikatakan sebagai pakaian muslim. Memang kreativitas itu membuat pakaian muslim tidak terlihat membosankan. Sayangnya justru menjadikan pakaian muslim hanya sebatas pakaian trendy, bukan sebagai pakaian yang dipakai berdasarkan kewajiban menaati perintah Allah.
Mengenakan pakaian yang menutup aurat adalah kewajiban para muslimah. Perempuan muslim harus menutup auratnya dari orang-orang yang  bukan muhrim. Kriteria muhrim dijelaskan dalam Surat An-Nur ayat 31,"Janganlah perempuan menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka dan putra-putra suami mereka, saudara mereka atau putra saudara laki-laki mereka, juga putra saudara-saudara perempuan mereka atau perempuan islam. Selain itu budak-budak yang mereka miliki atau pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan terhadap perempuan, atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan."
Nah, sungguh sangat jelas siapa yang muhrim dan siapa yang bukan muhrim. Tetangga sama sekali tidak tercantum sebagai muhrim. Tetangga laki-laki adalah suami orang lain, pemuda-pemuda atau anak laki-laki yang ada di ssekitar rumah juga bukan muhrim. Mereka adalah orang lain yang tidak boleh melihat aurat kita. Mereka terlarang untuk melihat kita tanpa mengenakan hijab.
Maka, apakah pantas kita mengenakan daster atau pakaian rumah untuk bergaul dengan tetangga? tentu tidak. Menutup aurat adalah kewajiban, jika melanggarnya sudah tentu berdosa. Janganlah dosa-dosa itu sampai menghapus amal  yang telah susah payah kita lakukan. Ini bukan masalah sepele, jika kita keluar rumah setiap hari tanpa hijab, maka berapa banyak dosa yang bertumpuk kelak.
Tampaknya para muslimah ini kurang menyadari bahwa perintah Allah tidak bisa ditawar-tawar. Ada yang bilang,"ah, kan cuma tetangga sebelah. atau mereka tetangga dekat yang sudah tahu siapa kita," Ini sungguh anggapan yang salah. Jika Allah telah menetapkan hukum, maka harus ditaati. Hukum sesuatu yang wajib adalah berpahala jika dilakukan dan mendapat dosa jika dilanggar.
Hadits-hadits shoheh, riwayar Al Bukhari/Muslim, Tirmidzi dll telah menjelaskan penegasan Rasulullah akan kewajiban mengenakan hijab. Bahkan dikatakan, jika seorang perempuan muslim terlihat tanpa hijab, maka ayahnya dan suaminya diminta pertanggungjawabannya, mengapa membiarkan putri-putrinya atau istrinya menampakkan auratnya. Mereka bisa diseret ke neraka.
Nah, ibu-ibu, mari kita perbaiki cara berpakaian. Kalau sudah memutuskan mengenakan pakaian muslim, harus istiqomah. Di manapun kita berada, baik di lingkungan rumah atau lingkungan pergaulan lainnya, jangan lepas dari hijab. Ini demi keselamatan kita dunia akhirat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H