Wanita adalah Tiang Negara. Pepatah ini sudah lama kita dengar tetapi semakin lama semakin dilupakan. Padahal sejatinya, memang begitulah wanita. Wanita turut memberikan andil yang besar dalam memperkuat bangsa dan negara. Ini bukan berarti mengecilkan peran laki-laki. Sebagaimana Adam dan Hawa diciptakan sebagai pasangan, laki-laki dan perempuan ada untuk saling melengkapi.
Degaradasi moral telah menggeser peran wanita yang penting menjadi hanya penghias dunia. Karena apa? Tanpa disadari kita telah terkena stereotip bahwa wanita hanya dipandang dan diberi perhatian bila dia cantik secara fisik. Sungguh hal ini melecehkan dan menghinakan  perempuan. Sebagaimana kita ketahui, perempuan memiliki banyak kelebihan yang diberikan Tuhan untuk menjalankan tugasnya.
Apa sih tugas wanita? sangat krusial, yaitu sebagai pembentuk karakter generasi muda. Anak-anak dilahirkan oleh perempuan. Sebagai seorang ibu, maka sentuhan pendidikan ibu adalah yang pertama dan yang utama dalam kehidupan anak. Â Peran ayah lebih banyak berada di luar untuk mencari nafkah, maka sebagian besar waktu si anak adalah bersama sang ibu. Karena itu, apa yang diberikan ibu kepada anak haruslah sesuatu yang terbaik, yaitu pendidikan.
Dari pengalaman dan pengamatan saya, semakin tinggi pendidikan si ibu, semakin luas pengetahuannya maka semakin baik cara dia mengasuh anak. Â Berbeda dengan wanita-wanita yang tidak memilikki pengetahuan dan pendidikan rendah, hanya mengajarkan cara hidup sebagaimana yang dialaminya di masa lalu. Memang ada ibu dari golongan ekonomi lemah dan pendidikan rendah yang berhasil membuat anaknya sukses. Sayangnnya, kasus seperti itu sangat langka dan masih bisa dihitung dengan jari.
Di sisi lain, perempuan Indonesia sekarang ini sangat mudah terpengaruh oleh media massa yang sering menyajikan gaya hidup ala 'luar negeri', terkontaminasi gaya liberal negara-negara lain. Â Misalnya, gandrung dengan gaya hidup artis Amerika, artis Korea, bahkan sebagian artis Indonesia juga senang mempertontonkan gaya hidup yang sebenarnya tidak sesuai untuk perempuan Indonesia. Akibatnya, banyak wanita-wanita muda Indonesia yang kehilangan jati dirinya sebagai perempuan Indonesia. Parahnya, mereka menularkan gaya hidup ini kepada anak-anaknya.
Wanita-wanita Jepang, patut menjadi salah satu contoh kaum wanita yang mengerti peran mereka sebagai ibu.  Mereka mengenyam pendidikan tinggi, minimal menjadi sarjana. Namun ketika mereka menikah, dengan sukarela meninggalkan karir demi mendidik anak-anak. Persoalan  kebutuhan materi, sepenuhnya menjadi tanggung jawab suami.  Wanita harus mampu mendidik anak-anak agar menjadi anak-anak yang cerdas dan berguna bagi bangsa dan negara. Tahukah kalian, bahwa anak-anak SD di Jepang tidak membuang sampah sembarangan? Mereka hanya membuang sampah di tempat sampah yang ada di rumah. Kedisiplinan adalah salah satu yang diajarkan oleh ibunya.
Sarinah
Bagaimana dengan wanita Indonesia? apakah harus menjiplak wanita Jepang? Tidak persis begitu. Hal-hal yang positif dan sesuai untuk masyarakat Indonesia bisa diambil. Namun kita juga menyesuaikan dengan karakter perempuan dalam budaya Indonesia. Kriteria tentang perempuan Indonesia mungkin dianggap abstrak, karena saat ini banyak yang sudah lupa bagaimana membentuk wanita Indonesia.
Ada sebuah buku bagus yang bisa menjadi acuan kita bagaimana seharusnya perempuan Indonesia bersikap. Buku karangan Proklamator dan Presiden I RI yaitu Ir.Soekarno yang berjudul Sarinah. Buku ini memang agak sulit didapat, kecuali di tempat buku-buku langka. Atau kita bisa mencarinya di perpustakaan nasional, dan juga di perpustakaan Universitas Bung Karno. Buku ini adalah refelsi penilaian Bung Karno tentang perempuan Indonesia.
Bung Karno sangat memuja dan mengagumi perempuan Indonesia. Nama Sarinah sebenarnya adalah nama seorang wanita yang sangat berpengaruh dalam kehidupan beliau. Dia adalah pengasuh Bung Karno. Gambaran Sarinah adalah perempuan yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada anak kesayangannya ini. Tentu saja sarat dengan pelajaran moral yang tertanam begitu dalam di hati dan jiwa the founding father ini.
Walau Sarinah adalah perempuan pintar, tetapi ia tidak meninggalkan adat istiadat sebagai perempuan Jawa. Â Sarinah tidak pernah menjadi orang Belanda. Dia tetap lemah lembut, keibuan, memberikan cahaya kepada orang-orang terdekatnya agar menjadi pribadi yang linuwih, yang kelak mampu mengguncangkan dunia sebagai pemimpin terkemuka dari dunia Timur. Â