Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bisakah Anak-anak Hidup Tanpa TV?

4 Juli 2015   05:37 Diperbarui: 4 Juli 2015   05:37 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada umumnya anak-anak begitu gemar menonton televisi, terutama untuk program-program film kartun. Sayangnya, program televisi yang dikhususkan untuk anak-anak semakin tergerus oleh keserakahan mafia pertelevisian yang lebih mengutamakan nilai komersil daripada nilai pendidikan. Sekarang program televisi didominasi tayangan-tayangan untuk orang dewasa yang kebanyakan justru hanya menggunggah selera rendah tanpa nilai edukasi sama sekali. Film-film kartun yang masih bertahan hanya sejenis film Naruto, sedangkan film lainnya menghilang.

Lantas, apakah masih layak mempertahankan keberadaan televisi untuk kehidupan anak-anak? Kalau kita biarkan mereka menelan tayangan yang tidak mendidik, jelas memengaruhi pola pikir dan tindakannya, merusak pembangunan kepribadian yang baik.  Karena itu jika kita peduli pada pendidikan anak-anak dan masih berharap mereka menjadi putra bangsa yang terbaik, maka televisi harus menjadi suatu benda yang tak perlu ada di dalam rumah. Apakah bisa?

Salah seorang teman SMP, ternyata bisa menerapkan hal itu di dalam rumahnya. Sejak beberapa tahun yang lalu, mereka tidak pernah lagi menonton televisi. Anak-anaknya tidak pernah meminta dan memaksa untuk menonton televisi walau ada acara yang seru. Mereka sudah asyik dengan kehidupan dan aktivitas mereka sehari-hari. Mereka tidak membutuhkan televisi sama sekali dan merasa berbahagia.

Bagaimana caranya? orang tua harus mengalihkan perhatian anak-anak dari televisi. Mereka dipersilakan untuk memilih kegiatan apa yang disukai. Misalnya, ada anak yang hobi dengan musik, maka beri dia kesempatan untuk belajar musik. Anak itu dibebaskan untuk mencari les musik yang diinginkannya, apakah itu les gitar, piano dsb. Begitu pula jika ada yang punya hobi dengan seni lainnya seperti melukis, menari dll. Carikan sanggar seni yang bisa menyalurkan hobi tersebut. Dengan demikian hobi itu semakin terasah, bakat anak pun mencuat dan pada akhirnya bisa memacu prestasi melalui hobi-hobi tersebut.

Menyalurkan hobi dan bakat anak, adalah aktivitas positif yang menyita waktu sehingga mereka tidak perlu lagi merasa iseng dengan kegiatan yang tidak jelas. Berbeda dengan les mata pelajaran yang sering membuat anak merasa bosan dan stress, aktivitas yang berkaitan dengan hobi justru membuat mereka betah. Kecil kemungkinan mereka bolos atau mangkir dari kegiatan yang mereka sukai. Kita pun bisa memantau aktivitas mereka dengan sesekali menemani ke tempat les, atau bertanya tentang perkembangan kegiatan yang mereka ikuti.

Namun bukan berarti mereka buta terhadap pengetahuan lainnya. Anak-anak juga diberi kesempatan untuk membuka laptop, dan berselancar di dunia maya. Jangan takut bahwa mereka akan melihat situs-situs yang negatif. Arahkan saja untuk mencari berita-berita yang berita yang berhubungan dengan hobi mereka. Lagipula, situs apapun yang mereka buka, kita dapat melacaknya. Karena itu orang tua modern dituntut pula untuk mengerti teknologi internet.

Memang penerapan 'hidup tanpa televisi' menuntut pengorbanan pula dari orangtua. terutama ibu-ibu yang gemar menonton sinetrond an gosip artis. Bangunlah kesadaran bahwa kita tidak memerlukan tayangan-tayangan yang hanya membodohi masyarakat. Masih banyak kegiatan lain yang lebih bermanfaat  bagi kaum perempuan, misalnya  belajar masak bersama atau membaca buku-buku.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun