Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kereta Terakhir Itu

25 Mei 2024   20:12 Diperbarui: 25 Mei 2024   20:17 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Depok di zaman Belanda (dok.kitlv)

Selesai menghadiri acara di hotel yang berlokasi di sekitar Kemayoran, aku segera meluncur dengan ojek online menuju stasiun  Jayakarta. Waktu telah menunjukkan pukul 11.00. Kalau terlambat, aku tidak bisa menumpang kereta terakhir ke arah Bogor. Supir ojol pun aku suruh menambah kecepatan. Sesampainya di stasiun,  aku langsung berlari menaiki eskalator.

 Dengan terengah-engah aku bertanya pada petugas stasiun yang berdiri di dekat gate, "Kereta terakhir masih ada?"

"Masih Bu," jawab dia santai.

Aku menarik nafas lega. Setelah tap kartu, aku kembali menaiki eskalator menuju jalur rel commuter line. Ternyata peron di atas sangat sepi. Tidak ada seorangpun calon penumpang kecuali aku. Oh mungkin para pekerja telah pulang semua. 

Biasanya, ada saja penumpang yang naik kereta terakhir dari stasiun Kota. Sedangkan stasiun Jayakarta lebih sepi, karena letaknya yang cukup dekat dengan stasiun Kota. Sekitar area stasiun ini adalah ruko-ruko dan bangunan komersial lainnya. 

Beberapa menit kemudian aku melihat cahaya kereta yang datang dari arah Kota. Aku pun berdiri bersiap-siap. Ketika pintu kereta terbuka secara otomatis, aku loncat masuk ke dalamnya dan memilih duduk di pojok, kursi prioritas. Sebab aku berniat untuk tidur tanpa terganggu. 

Sebelum memejamkan mata, aku melihat sekeliling. Aku sendirian di dalam gerbong ini. Gerbong  sebelah juga tak ada penumpang, bahkan lampunya redup kedap kedip seperti mau mati. Ah mungkin nanti banyak penumpang naik dari stasiun Juanda dan Gondangdia. 

Mataku mulai terpejam, sedangkan telinga masih sayup-sayup mendengar deru kereta. Dalam setengah tertidur, pikiran masih terjaga. 

Secara logika, seharusnya sudah sampai stasiun Juanda. Namun aku merasa kereta tidak berhenti. Begitu pula di Gondangdia, Cikini dan Manggarai. Dalam hati aku merasa heran. Akhirnya aku membuka mata dan memperhatikan pemandangan di luar jendela. Lho, sudah lewat Cawang kok kereta tetap terus berjalan. 

Aku bingung. Baru kali ini aku naik commuter line tanpa berhenti sama sekali. Apakah kereta ini akan pulang ke Dipo di Depok? Sehingga tidak menaikkan penumpang. Tetapi mengapa tadi berhenti di Jayakarta?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun