Dalam sebuah rumah tangga, pasangan suami-isteri ibaratnya "Garwa" atau sigaran nyawa. Ini istilah dari bahasa Jawa, yang artinya belahan jiwa. Idealnya begitu, sang suami adalah belahan jiwa si istri, demikian pula sebaliknya.Â
Bagaimana sebetulnya konsep Garwa atau belahan jiwa ini? Suami istri seperti sepasang sepatu, saling melengkapi. Kaki tidak mungkin melangkah dengan satu sepatu saja, kanan dan kiri harus ada. Suami istri saling mengisi, apa yang menjadi kekurangan suami, dilengkapi oleh kelebihan istri. Apa yang menjadi kekurangan istri, dilengkapi oleh kelebihan suami.Â
Karena itu seharusnya tidak ada yang merasa lebih superior atas pasangannya. Masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak ada manusia yang sempurna.Â
Maka, pengenalan pribadi calon pasangan sangat penting sebelum menikah. Jangan menikah karena terpukau oleh fisik seseorang, tampan atau cantik. Itu tidak menjamin ia memiliki kepribadian yang baik. Jangan pula karena jabatan dan harta, dua hal ini biasa menjadi jebakan yang melenakan.Â
Intinya, boleh saja jatuh cinta tapi hindari menjadi bucin (budak cinta). Seorang bijak mengatakan, ketika engkau jatuh cinta, otak harus selalu dibawa. Â Saat membiarkan diri terbawa perasaan, biasanya menolak fakta dan logika yang lewat di depan mata.Â
Tindakan berhati-hati bukan berarti berburuk sangka. Tidak ada salahnya mencari keterangan melalui teman-teman si calon pasangan, juga dari keluarga. Sebab jika salah memilih, pernikahan bisa berubah menjadi petaka.Â
Bukti si dia adalah Garwa
Pernahkah kita menyadari bahwa sebuah pasangan adalah kontradiksi? Misalnya si A yang cerewet mendapat pasangan si B yang pendiam. Justru di sinilah pasangan itu sangat klop. Kalau dua-duanya cerewet, maka kalau bertengkar seperti perang bubutan.Â
Selayaknya, ketika salah satu sedang dilanda emosi, maka satunya cukup diam. Dengan begitu amarah akan cepat mereda dan kembali menggunakan logika. Pasangan yang Garwa, otomatis melakukan hal itu. Salah satu mengalah untuk kemudian bicara ketika suasana lebih tenang.Â
Pasangan Garwa memang tidak menjamin betul-betul bersih dari pertengkaran. Ibarat masakan, pertengkaran adalah bumbu penyedap selama dalam takaran yang tepat. Apalagi pasti ada perbedaan pendapat mengenai suatu hal yang harus dikelola bersama.Â