Menutup KTT G20, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mengimbau agar perang dihentikan. Tidak ada yang kalah dan menang dari sebuah peperangan. Perang hanya menyengsarakan rakyat.
Namun imbauan ini lebih mungkin cuma masuk telinga kiri, keluar telinga kanan bagi negara-negara adidaya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Amerika Serikat akan selalu memicu peperangan demi menguasai perekonomian dunia.Â
Seperti yang telah terjadi baru-baru ini, ketika sebuah rudal jatuh di perbatasan Polandia. Media Barat segera menuduh bahwa Rusia adalah pelakunya. Padahal tidak ada bukti sama sekali yang menunjukkan rudal itu ditembakkan oleh militer Rusia. Memang benar rudal itu buatan Rusia, tetapi bukan berarti yang menggunakan pasti Rusia.
Blok Barat masih bertahan dengan pola perang yang sudah kuno. Pertama, dengan pola lempar batu sembunyi tangan. Amerika Serikat dan sekutunya yang menyulut api dengan menggunakan topeng dan lawan bebuyutan yang dituding melakukan hal itu. Kasarnya adalah fitnah dan playing victim.Â
Sebetulnya pola seperti itu sudah tidak begitu efektif. Dengan kemajuan teknologi informasi, masyarakat internasional bisa mengetahui kebenarannya. Kecuali negara-negara dari dunia ketiga yang masih termakan manipulasi berita.Â
Kedua, mengalihkan perhatian dunia kepada satu peristiwa dengan mengerahkan media yang dikuasainya. Sedangkan di sisi lain, membantu terjadinya kejahatan perang. Sebagai contoh, perang Yaman dan Palestina.Â
Ketiga, minyak dan gas tetap menjadi prioritas negara-negara Barat. Pasalnya, penghasil migas terbesar bukan mereka. Migas ada di negara-negara Timur Tengah, Amerika Latin dan Rusia.Â
Dengan kondisi perekonomian dunia yang compang-camping, justru membuat Blok Barat semakin kalap. Maka gol bunuh diri pun mereka jalani. Mereka bermaksud menjadi digdaya di bidang perekonomian sehingga musuh menjadi takluk.Â
Sayangnya fakta membuktikan bahwa negara paling kuat di bidang ekonomi adalah Cina. Walaupun Amerika Serikat lolos dari resesi saat ini, posisinya belum aman. Bisa saja sewaktu-waktu prediksi meleset karena perdagangan internasional sangat fluktuatif.Â
Apalagi Eropa Barat dan Inggris dalam posisi yang rentan. Selain menghadapi krisis ekonomi, mereka berjibaku mengatasi krisis energi. Suplai migas dari Rusia dihentikan, musim dingin bakal mematikan.