Sanksi yang dijatuhkan kepada Rusia tidak akan berlangsung efektif. Ini bukan hanya karena sanksi tersebut menjadi pedang bermata dua atau buah simalakama, tetapi juga karena tidak ada kekompakan di antara Amerika Serikat dan sekutunya.
Terungkap, ternyata anggota-anggota Uni Eropa sendiri bersilang pendapat mengenai sanksi tersebut. Mereka yang menentang, sudah memperhitungkan bahwa sanksi itu justru memukul balik blok Barat. Negara-negara ini tahu kerugian apa yang bakal mereka tanggung.
Perlu diketahui, perekonomian Rusia masih baik-baik saja. Hal ini disebabkan oleh tiga faktor:
1. Hanya tujuh bank di Rusia yang dikeluarkan dari SWIFT. Di antara tujuh itu, cuma dua yang besar, yaitu VEB RF dan Bank Rossiya. Keduanya milik pemerintah Rusia.Â
Justru dua bank yang sangat besar seperti Sberbank dan Gazprom bank tidak termasuk yang dikeluarkan. Berarti, kegiatan perbankan bisa dilakukan melalui bank ini. Â
2. Tiga negara, Jerman, Prancis dan Italia menentang penggunaan sanksi karena menyebabkan lumpuhnya pasokan energi bagi Eropa. Selama ini mereka memiliki ketergantungan energi dari Rusia.Â
Penerapan sanksi telah membuat harga minyak dan gas melambung tinggi. Jadi yang kewalahan adalah mereka sendiri, sudahlah bangkrut karena pandemi, sekarang harus menanggung krisis energi. Ini bakal memicu resesi ekonomi global. Â Kalau dituruti, entah apa yang akan terjadi dengan rakyat di negara-negara Eropa.Â
3. Pertentangan di dalam negeri. Tidak semua politikus menyetujui keputusan pemerintahnya untuk mendukung sanksi. Mereka adalah orang-orang yang melek, tidak mau negaranya hanya mengekor Amerika Serikat.Â
Para politikus itu memiliki kesadaran kemanusiaan, tahu bahwa sanksi ini sebuah diskriminasi yang dilakukan oleh sekutu. Di saat Amerika Serikat dan sekutunya melakukan invasi dan membunuh rakyat di Timur Tengah, mereka diam saja. Uni Eropa terlalu patuh pada Amerika Serikat.
Sebagai contoh, seorang senator di Irlandia, Richard Boyd Barret, mengecam keras sanksi tersebut. Sedangkan sanksi tidak pernah diberikan kepada Israel yang 70 tahun membuat rakyat Palestina menderita.