Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

NH Dini, Sastrawan yang Menghabiskan Sisa Usia di Panti Jompo

3 November 2021   10:26 Diperbarui: 3 November 2021   10:51 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
NH Dini (dok.kompas.com)

Pernah dengar NH Dini? Atau membaca karya-karyanya? Yup, NH Dini yang bernama asli Nurhayati Sri Hardini Siti Mukatin adalah sastrawan dan novelis ternama di Indonesia. Lahir di Semarang, 29 Pebruari 1936, telah menghasilkan 40 buah buku, di samping cerpen dan puisi.

Sajak pertama dimuat di majalah dan Gadjah Mada, Yogyakarta tahun 1952. Kemudian karya-karyanya menghiasi halaman sastra majalah Kisah sekitar tahun 1956. Novel pertama terbit tahun 1970. Karya yang terkenal seperti La Barka (1975), Hiroko (1977) dan Padang Ilalang di Belakang Rumah (1970).

Namun NH Dini lebih suka tinggal di panti jompo semenjak berusia 52 tahun. Panti jompo menjadi pilihan karena dia tidak ingin menjadi beban anak-anaknya. Di panti jompo, ia tetap menulis dan berkarya, sebelum akhirnya meninggal karena kecelakaan di tol Tembalang 4 Desember 2018.

Mengapa NH Dini memilih panti jompo? Dia adalah perempuan feminis yang berpandangan modern. Dia tidak mau terikat pada kebiasaan yang ada di masyarakat Indonesia di mana anak harus mengurus orangtuanya.

Patut dimengerti mengapa pandangan NH Dini demikian. Hal itu kemungkinan dipengaruhi gaya hidup dunia Barat. NH Dini menikah dengan diplomat Perancis Yves Coffin. Mereka menikah di Jepang tahun 1970.

Dari pernikahan tersebut, NH Dini dikaruniai dua orang anak yaitu Claire Lintang Coffin dan Pierre Louis Padang Coffin. Sayangnya pernikahan itu tidak langgeng. Mereka berpisah tahun 1977 dan bercerai tujuh tahun kemudian.

Bangsa Barat  memang tidak menganut paham harus mengurus orangtua. Karena itu banyak yang menitipkan orangtua di panti jompo. Mereka sibuk dengan pekerjaan dan mengurus keluarga masing-masing. Orang tua yang berpandangan sama, tentu tidak keberatan. 

Bagi para orangtua, yang penting mereka mendapatkan tempat yang nyaman dan bisa berinteraksi dengan teman sebaya. Meskipun tidak dipungkiri bahwa mereka juga merindukan anak-anaknya. Butuh kesadaran anak untuk tetap memberikan perhatian. 

Di Indonesia yang mayoritas beragama Islam, tentu tidak lazim menitipkan orangtua di panti jompo. Dalam ajaran agama Islam, mengurus orangtua adalah kewajiban anak. Mereka mendapatkan dosa besar jika menelantarkan orangtuanya.

Jadi, jika sekiranya ada orangtua yang mau dititipkan ke panti jompo, lebih baik atas persetujuan mereka. Kalau mereka memang suka berada di panti jompo tidak masalah. Sedangkan kalau mereka sedih, jangan sekali-kali memaksa. Dosa anak bisa menjadi berlipat ganda, menjadi anak durhaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun