Sani melangkah dengan gontai, pikirannya semrawut. Karena itu sambil menenangkan hati, ia berjalan melalui gang sepi yang jarang dilewati banyak orang. Sani berusaha mengalihkan perhatian kepada rumah-rumah yang dilaluinya.
Ternyata gang ini didominasi oleh deretan rumah kontrakan petak. Sebagian besar sudah berusia tua, tampak dari dinding yang kusam dan pintu yang lapuk. Tentunya harga sewa kontrakan di sini lebih murah, cocok untuk orang yang tak berpenghasilan tinggi.
Bagaimana pun Sani harus bersyukur, rumah kontrakan yang ditempatinya selama beberapa tahun terakhir cukup nyaman. Bukan rumah petakan, karena perabotan Sani lebih banyak.Â
Dan menjelang lebaran Idul Adha, lebih baik memusatkan pikiran untuk beribadah. Sudah berapa besar pengorbanan untuk membuktikan dia sebagai hamba Allah yang baik?
Sambil mencoba untuk selalu berpikir positif. Tetiba langkah Sani terhenti mendengar suara percakapan dari rumah petak yang berada paling ujung. Rumah itu bersebelahan dengan kebun pisang yang tak terurus, entah milik siapa.
"Bu, Nana pengin makan ayam goreng. Itu yang seperti di KFC," kata seorang  anak  memelas pada ibunya.
"Ibu gak punya uang, nak. Ayahmu yang mencari nafkah kan sudah gak ada," jawab lirih ibunya.
"Oh ya. Ayah yang cari duit ya. Kenapa tega banget Corona membuat ayah meninggal dunia. Maaf Bu. Nana lupa".
"Nanti kapan-kapan kalau ibu dapat duit lebih dari mencuci pakaian tetangga, ibu belikan".
"Gak usah Bu. Nana gak jadi pengin ayam goreng. Ibu kan harus mengumpulkan uang untuk sekolah Nana."