Di atas bus dan kereta juga begitu, di saat penuh penumpang sangat wajar jika berdiri rapat berdesakan. Inilah peluang bagi copet, lebih mudah beraksi, menutupi tangan dengan map atau tas ransel.
3. Pura-pura muntah. Ini dilakukan oleh copet yang berkelompok. Penumpang hanya beberapa orang, tetiba di sebuah tempat naik tiga orang bersamaan.
Satu orang copet akan mendekati calon korban, duduk di sebelahnya. Di tengah jalan dia pura-pura mual dan mau muntah. Si calon korban yang kuatir kena muntahan menjadi panik. Saat itulah copet kedua beraksi.
Setelah berhasil mengambil sesuatu, copet kedua mengoper hasil jarahan ke orang ketiga. Lalu di sebuah tempat mereka turun, termasuk yang pura-pura sakit. Penumpang baru sadar setelah memeriksa tasnya.
4. Mengalihkan perhatian dengan membuat kehebohan. Ini juga biasa dilakukan copet berkelompok. Kalau di atas bus, bisa empat orang yang naik. Satu orang menjaga pintu belakang, satu lagi di depan, satu lagi bertugas mengalihkan perhatian penumpang dan satu lagi yang menjarah korban.
Bahayanya jika ketahuan, dua pencopet segera kabur melompat, yang menjaga pintu akan melakukan kekerasan kepada yang berusaha mengejar. Mereka juga berbekal senjata tajam. Setelah yakin tak ada yang berani mengejar, barulah mereka melompat turun.
Menjelang lebaran banyak copet berakhir. Di Depok misalnya, tiga orang copet beraksi di angkot 06 jurusan simpangan-terminal. Naik dari depan RS Hermina menuju terminal. Baru beberapa meter sudah beraksi.
Untungnya si korban memergoki. Copet pertama mengambil hape, diberikan pada copet kedua yang duduk dekat pintu. Lalu hape itu dioper ke copet ketiga yang duduk di samping sopir. Si korban menuduh, mereka marah dan membentak seolah tak bersalah.
Si korban meminta tolong penumpang lain miss call hapenya, ternyata deringnya ada di copet ketiga. Si korban serta Merta merebut hape di saku pencopet.
Kelompok itu turun sambil marah-marah karena gagal dalam aksinya. Untungnya mereka tidak melakukan tindakan kekerasan.