Boleh dikatakan saya selalu menikmati perayaan Imlek setiap tahun. Hal ini saya rasakan semenjak masih kecil. Tetangga saya yang keturunan Tionghoa membagikan kue keranjang. Begitu pula toko langganan yang ada di pasar.
Oleh ibu, kue tersebut diiris-iris tipis, lalu dicemplungkan ke dalam telur yang sudah dikocok. Setelah berlumuran telur, kue itu digoreng. Saya sangat menyukainya, bahkan bapak memakan kue keranjang goreng sembari minum kopi hitam.
Hubungan kami dengan tetangga yang berbeda agama dan etnis memang akur. Saya senang melihat hiasan Imlek yang ceria, didominasi warna merah dan kuning. Warna yang membuat suatu tempat cantik dan menarik. Kadang kala saya ikut berburu angpau yang sering dibagikan di vihara. Misalnya vihara di kawasan Glodok dan sekitarnya.
Namun yang paling membuat saya terkesan adalah keramahan orang-orang yang saya temui di vihara. Tidak pernah sekalipun mereka melarang saya masuk, malah mempersilakan saya berkeliling melihat-lihat dan mengambil foto.
Pada perayaan Imlek, banyak disediakan makanan di vihara. Mereka juga menawarkan kepada setiap orang yang datang, termasuk yang beragama lain. Tetapi mereka juga memberitahukan mana yang halal dan mana yang tidak. Bahkan mereka menjelaskan, untuk yang halal, menggunakan alat masak yang berbeda.
Pada setiap Imlek saya senang berpindah tempat. Menjelang Imlek sangat menyenangkan untuk menikmati suasana di Glodok. Sebetulnya tidak ada yang dibeli khusus, hanya angpau kecil untuk koleksi dan menyaksikan persiapan vihara.
Sudah cukup banyak vihara yang saya kunjungi. Selain yang ada di Jabodetabek, juga ke Banten, Pulau Bintan, dan Pulau Bangka. Semuanya sama, mendapat penyambutan dan perlakuan yang ramah dari pengurus vihara maupun orang-orang yang datang untuk berdoa.Â
Beberapa tahun terakhir, saya menikmati Imlek di kota Bogor, sebab Bogor cukup dekat, bisa dijangkau dengan Commuter Line. Dari stasiun saya berjalan kaki menuju vihara utama di Bogor yaitu Vihara Dhanagun. Lokasinya berseberangan dengan pintu gerbang masuk Kebun Raya Bogor, di pojok atau ujung jalan Suryakencana. Ini kawasan Pecinan di Bogor.
Vihara ini sering mengadakan bakti sosial pengobatan gratis kepada masyarakat yang membutuhkan. Tidak peduli berasal dari golongan atau agama apa saja. Ada klinik di samping vihara yang selalu dipenuhi oleh pasien kurang mampu.
Istimewanya, pada perayaan Cap Go Meh, dua minggu setelah Imlek, ada pawai yang menarik. Pawai ini menjadi wisata budaya yang selalu dinantikan masyarakat, hiburan gratis yang sangat disukai anak-anak. Pada mulanya, memang hanya terdiri dari Liong Naga dan sejenisnya. Tetapi semenjak ditetapkan sebagai wisata budaya oleh Pemkot Bogor, bisa diikuti oleh suku lainnya.
Kebetulan saya sering diajak meliput perayaan Cap Go Meh oleh panitia. Saya semakin tambah bersemangat mengikuti setiap acara, sejak siang hari hingga malam. Mereka pun menyediakan makanan khas lontong cap go meh yang selalu laris manis.