Boleh dikatakan, sebagian besar kompasianer mengetahui tentang Bapak Tjiptadinata Effendi bersama istrinya Ibu Roselina. Mereka adalah dua sejoli yang awet hingga kakek nenek dan mempunyai cicit. Tulisan-tulisan mereka menghiasi laman kompasiana hampir setiap hari.
Walau pun pengenalan setiap kompasiner berbeda kepada pasangan gaek ini, tetapi pada umumnya mengagumi konsistensi mereka pada literasi, menjaga keutuhan rumahtangga dan hubungan yang harmonis kepada sesama.
Saya sendiri sudah lama mengenal Bapak Tjiptadinata dan ibu Roselina. Pertemuan pertama adalah pada kompasianival 2014 yang berlangsung di Taman Mini Indonesia Indah. Pada waktu itu Pak Tjipta mendapat gelar Kompasianer of The Year.
Pak Tjipta orangtua yang sangat kalem, tutur bahasanya halus dan lembut. Beliau ramah kepada siapa saja tanpa pandang status atau golongan. Pak Tjipta juga bukan orang yang pelit berbagi ilmu dan pengalaman. Kita bisa melihat hal itu dari tulisan-tulisannya. Banyak kiat-kiat usaha dan manajemen kehidupan yang diceritakannya.
Namun yang paling saya kagumi justru tingkat pengendalian emosi dari Pak Tjipta. Meski tidak sering bertemu, tetapi kesan yang saya dapat adalah bahwa bapak yang satu ini tidak mudah marah, menyimpan benci atau dendam. Memang pernah ada beberapa orang yang menyerang Pak Tjipta melalui komentar yang negatif. Saya yakin mereka adalah kompasianer baru yang tidak mengenal Pak Tjipta dengan baik, atau mereka hanya iri hati pada popularitasnya. Tetapi Pak Tjipta tetap tenang. Jelas ia merasa sedih, ini sangat manusiawi.
Padahal, kalau orang lain, tidak akan menerima hujatan yang ditujukan pada dirinya, apalagi jika merasa tidak bersalah. Ada yang balas menghujat dan mencaci maki melalui komentar, ada pula yang menyindir melalui artikel.
Pada dasarnya, kita tidak suka jika ada orang yang berkata negatif tentang diri kita. Hati dan kepala menjadi panas, ingin melabrak orang yang menghujat. Saya pun masih demikian.
Bagaimana Pak Tjipta bisa mengendalikan emosi dengan baik? Menurut pengamatan saya karena beliau sangat rajin melakukan reiki. Perlu diketahui, Pak Tjiptadinata Effendi adalah pendiri Yayasan Waskita Reiki Pusat Penyembuhan Alami. Pak Tjipta memiliki banyak pengikut dan murid di mana-mana.
Sedikitnya saya mengenal reiki. Menurut pemahaman saya, tidak jauh beda dengan silat tenaga dalam yang pernah saya pelajari. Reiki mengolah kemampuan batin untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan, salah satunya adalah pengendalian emosi. Bahkan dengan tenaga dalam yang diolah secara rutin, maka kita bisa memiliki kemampuan untuk menyembuhkan penyakit. Kita bisa membantu meringankan penyakit orang lain dari jarak dekat mau pun jarak jauh.
Banyak yang belum menyadari bahwa timbulnya penyakit fisik bisa berasal dari kondisi kejiwaan seseorang. Jika hati dipenuhi penyakit batin seperti iri, benci dan dendam, maka akan memicu pertumbuhan sel-sel negatif seperti sel-sel kanker. Karena itu, sangat penting untuk membersihkan hati dan pikiran dari hal-hal buruk. Tidak perlu memikirkan apa yang dikatakan atau diperbuat orang lain. Cukuplah kita berurusan dengan Tuhan, menjalani kehidupan sebagai hamba Allah. Maka hati kita akan menjadi tenang.
Dalam kehidupan yang penuh gejolak, tentu ada kalanya kita pun ingin memberontak. Nah, jalan untuk menenangkan diri dan mengendalikan emosi adalah dengan meditasi, mengosongkan hati dan pikiran. Inia da dalam pelajaran reiki mau pun dunia persilatan lainnya. Sejalan dengan ajaran agama Islam, dengan sholat Tahajjud dan zikir, mendekatkan diri kepada Allah SWT merupakan meditasi yang dapat kita lakukan.