Penat dengan kegaduhan di ibukota, saya melipir ke Jogjakarta. Terakhir ke kota kelahiran saya ini sudah dua tahun yang lalu, ketika Kompasiana menyelenggarakan ICD di sini .
Jalan-jalan ke Malioboro tidak pernah membosankan bagi saya. Hal yang sering saya lakukan adalah menyusuri Malioboro dari ujung ke ujung.
Sayangnya udara di Jogjakarta sedang teramat panas. Kalau di Jakarta sudah disapa dengan hujan, kalau di Jogja belum. Sempat mendung tapi tidak terjadi hujan.
Saya takjub melihat sebuah masjid berdiri di antara jejeran toko yang rerata menjual batik. Masjid yang megah, indah dan cantik., yang dinamakan Masjid Siti Djirzanah.
Masjid ini didominasi dengan warna biru, warna favorit saya. Di dinding depan, sebelum tangga masuk ada papan nama yang menjelaskan bahwa masjid ini diresmikan pada tanggal 10 Agustus 2018. Berarti baru setahun yang lalu, mulai dibangun Mei 2017.
Kalau melihat bangunannya, atapnya berasitektur Cina. Ini karena lokasi masjid berdiri pada sumbu filosofi yang ada di Malioboro sebagai wujud dari pluralisme.
Namun sesungguhnya masjid ini dibangun oleh mantan  walikota Jogja, Herry Zudianto bersama kedua adiknya. Semula bangunan itu adalah salah satu toko batik yang dimiliki oleh dia.
Keinginan mendirikan masjid adalah memberikan sarana ibadah kepada pengunjung atau wisatawan yang datang ke Malioboro. Sebagaimana diketahui, jalan ini cukup panjang, dia masjid di kawasan DPRD dan kantor walikota, tidaklah cukup.
Masjid ini terdiri dari dua lantai dengan bentuk unik langsing memanjang karena mengikuti bentuk ruko. Dari luar sudah tampak indah dan cantik karena pintu gerbangnya terbuka lebar.Â
Marmer biru yang melekat pada dinding diimpor dari luar negeri. Ornamen yang menghiasi dinding merupakan perpaduan Cina dengan Arab.
Bagian depan ruangan sholat wanita juga indah dengan nuansa coklat dan biru. Di samping kiri kanan ada beberapa piring keramik pajangan.
Di basemen terdapat dua toilet yang bagus dan sangat bersih. Bahkan tempat wudhu juga terlihat cantik dengan bebatuan putih di bawah keran.
Jujur saya senang sekali dengan keberadaan masjid ini. AC yang dingin menyejukkan pengunjung yang kepanasan. Masjid ini sekaligus tempat beristirahat bagi wisatawan.
Namun lebih dari itu masjid ini menjadi pengingat kepada wisatawan agar tidak lupa beribadah meski asyik berbelanja batik. Biasanya mereka suka lupa waktu dengan banyaknya belanjaan, apalagi kalau sudah mengaduk-aduk pasar Beringharjo.
Masjid ini sangat dijaga kebersihannya. Di dekat tangga disediakan tas (goodie bag) untuk menyimpan sandal atau sepatu pengunjung, yang kemudian diletakkan di rak sepatu yang tersedia di belakang ruangan sholat.
Selain itu tersedia pula minuman air putih (sejenis Aqua) untuk siapa saja yang kehausan. Air ini gratis lho, kalau yang kehabisan uang bisa minum di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H