Bagi orang yang tidak pernah mempelajari sejarah dunia, pasti heran dengan sikap kerajaan Arab Saudi yang selalu mendukung invasi Amerika Serikat di Timur Tengah. Â Bahkan ada yang tidak percaya bahwa Arab Saudi lebih membela negara adidaya itu daripada negara-negara muslim.
Selama ini mereka hanya berpikir bahwa Arab Saudi adalah negara Islam, di mana menjadi tanah suci karena ada Ka'bah dan Masjid Rasulullah. Karena itu Arab Saudi layak menjadi acuan negara muslim lainnya, terutama bagi orang Indonesia.
Padahal, apa yang dilakukan Arab Saudi bertolak belakang dengan pemikiran kaum muslim yang naif. Arab Saudi justru bermusuhan dengan sesama negara Islam. Kerajaan ini juga tidak berusaha membantu membebaskan negara muslim yang ditindas Amerika Serikat dan Israel.
Karena itu ada baiknya jika membuka kembali apa dan bagaimana sejarah terciptanya kedekatan antara Arab Saudi dengan Amerika Serikat. Hal itu telah terjadi sejak 86 tahun yang lalu.
Kerajaan Ottoman berhasil diobrak abrik oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Dalam hal ini adalah peran Arab Saudi yang berkhianat dengan membantu masuknya pasukan Inggris ke wilayah Timur Tengah.
Arab Saudi dan beberapa negara lain  terlepas dari kekuasaan Ottoman dan menyatakan kemerdekaannya. Tetapi sebetulnya mereka dibagi bagi dalam penjajahan beberapa negara Barat.  Misalnya Lebanon dan Suriah yang diserahkan kepada  Perancis.
Arab Saudi membentuk kerajaan sendiri sekitar tahun 1932. Tidak kurang dari setahun, Arab Saudi menginjinkan izin eksplorasi minyak kepada Amerika Serikat. Para ahli geologi dari Amerika Serikat tergabung dalam perusahaan minyak Amerika Serikat sebagai Standard Oil of California (SoCall).
Sejak itu, Arab Saudi berhasil menjadi produsen minyak dengan keuntungan yang dibagi  kepada Amerika Serikat. Dan ini telah mengangkat perekonomian kedua negara. Karena itu, kerjasama selama lima tahun, telah mengeratkan hubungan kedua negara. Maka didirikan perusahaan patungan Arab Amerika (Aremco).
Pada puncak Perang Dunia ke II, Presiden Amerika Serikat, Franklin Roosevelt memperdalam hubungan Amerika Serikat dengan Arab Saudi. Ia mengatakan bahwa pertahanan Arab Saudi sangat vital bagi pertahanan Amerika Serikat.
Roosevelt lalu mengirim bantuan militer  pada tahun 1943 ke Arab Saudi. Bantuan ini merupakan bagian dari pinjaman Amerika Serikat yang memasok peralatan militer ke 30 negara dengan nilai total  50 Miliar Dolar AS. Sebagai imbalan, Arab Saudi membiarkan Amerika Serikat membangun pangkalan di wilayahnya.
Sedangkan pada  periode 1050-1969 Amerika Serikat menjual senjata dengan total nilai 218 juta dolar. Inggris menarik diri dari kawasan Teluk, memungkinkan Bahrain, Qatar, UAE dan Oman untuk memerdekakan diri.
Namun di sisi lain, Amerika Serikat melihat peluang untuk menggandakan kepentingannya dalam penjualan senjata. Transaksi dengan Riyadh naik dari 14,8 juta dolar ke 296 juta dolar. Hal ini bertepatan dengan peningkatan pendapatan Arab Saudi melalui minyak, dari 1,2 miliar dolar ke 25,7 miliar dolar.
Sekarang ini Arab Saudi memberikan pasokan minyak mentah ke Amerika Serikat sebesar 9% karena Amerika Serikat fokus kepada produk domestik. Tetapi penjualan senjata ke Arab Saudi tetap mengalir  kencang. Pada tahun 2017 pembelian Arab Saudi 15% dari seluruh perdagangan senjata Amerika Serikat yang mencapai 9 miliar dolar (data dari Stockholm Internasional Peace Research Institut).
Dalam pemerintahan Trump, Amerika Serikat telah menjual senjata ke Arab Saudi senilai 8 miliar dolar. Penjualan tetap berlangsung meski Kongres Amerika Serikat tidak menyetujuinya. Trump memveto upaya apapun yang berusaha menghalangi kebijakan kebijakan yang diambilnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H