Kemelut di Venezuela bukan lagi urusan dalam negeri. Politik di negara itu telah dicampuri oleh negara adidaya. Mereka yang memegang 'remote' terhadap nasib VenezuelaÂ
Sebagaimana di Timur Tengah, maka Amerika Serikat juga berhadapan dengan Rusia. Masing-masing memegang 'boneka' yang berbeda. Rusia di belakang Maduro dan Amerika Serikat di belakang Guaido.
Urusan kedua negara adidaya tersebut juga tidak berbeda, memperebutkan wilayah yang bisa dikuasai. Terutama negara negara penghasil minyak. Betapa pun miskinnya Venezuela, tetap masih mengandung minyak yang banyak.
Meski Maduro sudah bersitegang dengan Guaido dan saling mengerahkan pendukung ke jalan, dua negara adidaya tersebut menahan diri dari kekuatan militer. Mereka mencoba melakukan diplomasi, kasarnya ada tawar menawar di antara mereka.
Dalam waktu dekat, perwakilan kedua negara adidaya itu akan bertemu untuk membahas Venezuela. Mereka yang akan menentukan nasib negara latin tersebut.
Rencananya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo akan membahas ketidaksepakatan tentang krisis Venezuela dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. Mereka akan bertemu minggu depan di Finlandia.
Keterangan dari pemerintah Amerika Serikat mengatakan, para diplomat top akan menghadapi berbagai ketegangan antara kekuatan saingan. Begitulah perkiraan ketika mereka bertemu di sela-sela pertemuan Dewan Arktik yang dimulai Senin besok di kota Rovaniemi, Finlandia utara, Finlandia.
Gedung putih berharap Pompeo dan Lavrov akan memiliki kesempatan yang jelas untuk berbicara. Tentu saja agar bisa menyelesaikan masalah Venezuela.Â
Menurut keterangan terkait, mereka memiliki kesempatan untuk bertemu khusus. Mereka dapat meninjau berbagai masalah termasuk kekhawatiran Amerika Serikat tentang perilaku Rusia yang mencakup Ukraina dan Venezuela.
Lavrov dan Pompeo mengalami pembicaraan tegang pada hari Rabu mengenai Venezuela. Amerika Serikat berusaha menggulingkan Presiden Nicolas Maduro, dengan mendukung oposisi pimpinan Juan Guaido.
Pompeo menyerang dengan mengatakan kepada Lavrov bahwa bantuan Rusia kepada Nicolas Maduro membuat tidak stabil Venezuela.
Sedangjan Lavrov pada gilirannya membalas dengan mengecam pengaruh destruktif Amerika Serikat dalam apa yang disebutnya sebagai "pelanggaran mencolok hukum internasional."
Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Eropa telah menjatuhkan sanksi terhadap Rusia sejak pengambilalihan Krimea pada 2014. Dukungan Moskow yang terus-menerus terhadap separatis di Ukraina menjadi sumber utama ketegangan.
Pertemuan dengan Lavrov juga terjadi setelah rilis lama dari penyelidikan oleh Penasihat Khusus Robert Mueller. Dia yang mengatakan bahwa Rusia bekerja secara luas untuk mencoba mempengaruhi pemilu AS 2016 dalam mendukung Donald Trump. Sampai saat ini masalah itu menjadi polemik di Amerika Serikat.
Terlepas dari semua itu, baik Maduro maupun Guaido tidak memiliki solusi yang lebih baik untuk rakyat Venezuela. Masing-masing berusaha mempertahankan pengaruh terhadap rakyat pendukung.
Sebenarnya kemelut Venezuela bukan kesalahan Maduro sepenuhnya. Ia telah menanggung beban dari apa yang ditinggalkan Hugo Chavez, yang juga adalah guru politiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H