Politikus gaek, Amien Rais berulang kali mengancam akan menggerakkan people power jika pemilu dinilainya curang. Ia akan menggerakkan massa seperti pada saat peristiwa reformasi tahun 1998.
Ancaman ini tentu tidak relevan. Situasi dan kondisi pada tahun 1998 sangat berbeda dengan tahun ini. Selain itu, 1998 adalah momentum menumbangkan Soeharto yang dianggap diktator dan otoriter.
Sungguh ancaman Amien Rais justru memperlihatkan nafsu angkara murka yang menginginkan kekuasaan. Tampaknya Amien Rais masih menyimpan obsesi yang gagal selama puluhan tahun.
Berteriak teriak ingin mengerahkan people power seakan seluruh masyarakat Indonesia ada dalam genggamannya. Padahal tindakan tersebut justru memberikan dampak negatif.
Sebagai contoh, Amien Rais telah memberi persepsi bahwa pemilu pasti curang. Ia telah menghasut masyarakat. Dan ini menimbulkan perpecahan di antara masyarakat.
Memang cara seperti ini dilakukan oposisi di berbagai negara. Mereka yang tidak yakin memenangkan pemilu, mengancam dengan people power.
Para pendukung Paslon nomor dua yang sudah kehilangan nalar, sangat antusias. Demi memenangkan pertarungan, mereka akan melakukan apa saja untuk mereka.
Kelihatan konyol dan sepele, tetapi harus diwaspadai. Sebagaimana air yang terus menerus jatuh di atas batu, lama kelamaan berlubang. Begitu pula dengan hasutan seorang Amien Rais yang begitu masif.
Namun ancaman Amien Rais juga belum tentu menjanjikan kemenangan. Berapa pengikut Paslon nomor dua yang 'real', kita tidak tahu pasti.
Sebagian besar lembaga survei selalu menyebutkan bahwa elektabilitas Jokowi Ma'ruf tetap lebih tinggi daripada Jokowi Sandi. Hanya survei internal Paslon nomor dua yang menyatakan mereka di atas petahana.
Selain itu, dilihat dari sambutan masyarakat di seluruh Indonesia, Jokowi Ma'ruf lebih diterima. Boleh dikatakan dalam kampanye selalu mendapat sambutan meriah dari rakyat.