Jaber mengatakan penahanan memiliki efek psikologis pada anak-anak di Tepi Barat.
"Bekas luka sangat dalam. Banyak anak-anak di sini takut pergi ke sekolah, yang lain dicegah oleh orang tua mereka sendiri untuk meninggalkan rumah dan bermain dengan teman-teman mereka di lingkungan itu," katanya.
Badan anak-anak PBB, UNICEF, mencirikan apa yang terjadi pada Idris sebagai penangkapan, yang menekankan bahwa insiden tentara yang masuk sekolah sering terjadi di Tepi Barat.
"Tidak hanya semua anak di mana pun memiliki hak atas pendidikan yang aman dan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi, tetapi juga penting untuk kesejahteraan mental dan fisik mereka," kata Perwakilan Khusus Palestina UNICEF Genevieve Boutin seperti dikutip.
"Anak-anak yang menghadapi pelanggaran seperti itu sering mengalami kesulitan di sekolah dan berisiko putus sekolah," tambahnya.
Rata-rata 271 warga Palestina ditahan setiap bulan pada tahun 2018, menurut angka dari Layanan Penjara Israel. Jumlah itu tidak termasuk anak-anak seperti Idris yang telah sementara ditahan oleh tentara.
Penangkapan terhadap anak anak tampaknya menjadi program terselubung tentara Israel untuk menghabisi orang Palestina. Jika generasi yang tumbuh itu sengaja dimatikan, bangsa Palestina semakin menyusut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H